Jumat, 29 Januari 2016

Bersama Al-Qur'an Hingga Tetes Darah Penghabisan

Lelaki hebat itu bernama lengkap ‘Utsman bin ‘Affan bin Abil ‘Aash Al-Umawi Al-Qurashi. Ia dijuluki Dzun Nurain (pemilik dua cahaya), karena Rasulullah ‘alaihis sholatu wassalam menikahkannya dengan kedua putrinya. Yang pertama dengan Ruqayyah radhiyallahu ‘anha. Setelah Ruqayyah wafat, ia dinikahkan lagi dengan Ummu Kultsum radhiyallahu ‘anha.

Sahabat yang termasuk dalam assabiqun al-awwalun itu, adalah saudagar kain yang kaya dan dermawan. Sebagai contoh, ia pernah membeli sumur yang harganya setara dengan emas 2,5 kg, lalu diwakafkan untuk umat Islam Madinah. Pada perang Tabuk, ia mendermakan 1000 ekor unta dan 70 ekor kuda, ditambah 1000 dirham. Saat musim paceklik di zaman Khalifah Abu Bakar, ia mendonasikan gandum yang diangkut dengan 1000 unta.
Meski demikian, ‘Utsman terkenal sebagai sahabat yang low profile, rendah diri, bahkan pemalu. Saking pemalunya, Rasulullah ‘alaihis sholatu wassalam sendiri juga malu dan segan dengannya. ‘Aisyah pernah bertanya kepada Rasulullah, “Ketika Abu Bakar masuk, engkau biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus. Lalu ‘Umar masuk, engkau pun biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus. Akan tetapi ketika ‘Utsman masuk engkau langsung duduk dan membetulkan pakaian, mengapa?" Rasullullah menjawab, “Apakah aku tidak malu terhadap orang yang malaikat saja malu kepadanya?” (HR. Imam Muslim).
Ia pun termasuk salah satu dari al-mubassyarin bil jannah, para sahabat yang dijamin masuk surga. Sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Bazzar, bahwa Rasulullah ‘alaihis sholatu wassalam bersabda, “Wahai ‘Utsman, sesungguhnya setiap Nabi memiliki teman, dan engkau adalah temanku di surga”. Juga yang diceritakan oleh Abu Musa Al-Asy’ari, bahwa suatu hari ‘Utsman mengetuk pintu Rasulullah, maka beliau bersabda, “Bukakan untuknya, dan berilah ia kabar gembira dengan surga atas cobaan yang menimpanya” (HR. Imam Bukhori).
Selain dari itu semua, ‘Utsman adalah teladan utama dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an. Sepenuh hidupnya seperti sudah diwakafkan untuk Al-Qur’an. Saat Rasulullah ‘alaihis sholatu wassalam masih hidup, ia termasuk jajaran huffadzh dan penulis wahyu. Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan, dahulu Rasulullah suka bersandaran di rumahnya, sedangkan ‘Utsman duduk di depan beliau. Lalu datang Jibril ‘alaihis salam membawa wahyu, hingga Rasulullah bersabda, “Tulislah wahai ‘Utsman”.
Hidup ‘Utsman radhiyallahu ‘anhu tak pernah lepas dari Al-Qur’an. Itu tercermin dari kata-kata terkenalnya, “Sungguh aku sangat benci jika datang suatu hari dan aku tidak melihat mushaf sama sekali”. Ia juga pernah berkata, “Dijadikan kecintaanku ada pada tiga hal: memberi makan orang yang kelaparan, memberi pakaian orang yang membutuhkan, dan membaca Al-Qur’an”.
Di antara kata-kata emasnya yang lain adalah, “Ada empat hal yang dhohirnya adalah keutamaan namun di dalamnya ada kewajiban: bergaul dengan orang sholeh adalah keutamaan, namun meneladani mereka adalah kewajiban. Membaca Al-Qur’an adalah keutamaan, namun mengamalkannya adalah kewajiban. Ziarah kubur adalah keutamaan, namun bersiap untuk mati adalah kewajiban. Menengok orang sakit adalah keutamaan, namun mengambil hikmah darinya adalah kewajiban”.
Imam Nawawi menyebutkan dalam At-Tibyan, bahwa ‘Utsman termasuk sahabat yang biasa khatam Al-Qur’an dalam sehari semalam. Bahkan ‘Utsman pernah mengkhatamkan Al-Qur’an dalam satu roka’at sholat. Hasan Al-Bashri juga meriwayatkan, saking rajinnya membaca Al-Qur’an, saat ‘Utsman meninggal dunia, mushaf kesayangannya sangat lusuh dan hampir berhamburan.
‘Utsman mengingatkan kita, bahwa tilawah Al-Qur’an bisa menjadi tolok ukur kebersihan hati dan jiwa. Semakin bersih hati seseorang, semakin betah ia berlama-lama membaca Al-Qur’an. Sebaliknya, jika ia tak pernah tahan lama saat membacanya, dipertanyakan kesucian hatinya. ‘Utsman pernah mengatakan, “Andai hati kita suci, maka kita tak akan pernah kenyang membaca firman Rabb kita”.
Sahabat yang masuk Islam lantaran dakwah Abu Bakar As-Shiddiq itu, juga menekankan akan pentingnya pemahaman dan pengamalan dari apa yang dibaca. Abu Abdirrahman As-Sullami mengisahkan, “Dahulu ‘Utsman tidak pernah melewati sepuluh ayat dari Al-Qur’an, kecuali ia telah menghafalnya, memahaminya dan mengamalkannya. Maka ia belajar ilmu dan amal bersamaan”.
Tidak berhenti sampai disitu, ‘Utsman juga sangat giat mengajarkan Al-Qur’an kepada orang lain. Tercatat beberapa qurra’ terkenal adalah hasil didikan ‘Utsman, seperti Mughirah bin Abi Syihab, Abul Aswad, Abu Abdirrahman As-Sullami, dan Zirr bin Hubaisy. Ia lah perawi utama hadits yang sangat terkenal di kalangan Ahlul Qur’an: “Sebaik-baik orang di antara kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya” (HR. Imam Bukhori).
Kemudian ketika ‘Utsman mendapatkan amanah menjadi Khalifah yang ketiga menggantikan ‘Umar bin Khattab, tugas-tugas kenegaraan sama sekali tidak menjauhkannya dari Al-Qur’an. Justru ‘Utsman menggunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk lebih maksimal berkhidmat untuk Al-Qur’an. Tercatat dalam sejarah, di masa Khalifah ‘Utsman lah proyek besar pembukuan Al-Qur’an tuntas dilaksanakan.
Saat itu wilayah kaum Muslimin semakin luas, hingga sampai ke Syiria, Khurasan, Persia dan Afrika Utara. Jumlah orang-orang yang masuk Islam pun semakin banyak. Sedangkan perselisihan tentang bacaan Al-Qur’an sudah mulai bermunculan. Bahkan di pusat kekhilafahan sendiri, banyak yang saling mengkafirkan karena kesalahan dan perbedaan bacaan.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Qilabah, ‘Utsman pun berdiri dan bekhutbah kepada mereka, “Kalian saja yang disini banyak salah bacaan dan saling berselisih, tentu mereka yang berada di negeri-negeri yang jauh dari kita lebih dahsyat salah dan perselisihannya. Berkumpullah wahai para Sahabat Muhammad, dan bukukan untuk manusia sebuah mushaf sebagai rujukan!”.
Kemudian ‘Utsman mengutus seseorang untuk mengambil lembaran-lembaran Al-Qur’an yang berada di rumah Hafshah, istri Rasulullah ‘alaihis sholatu wassalam. Lalu ia perintahkan kepada Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin ‘Ash, dan Abdurrahman bin Harits, untuk menyusun dan menyalin mushaf, serta mengirimkannya ke berbagai wilayah Islam sebagai patokan.
Kedekatan ‘Utsman dengan Al-Qur’an terus belanjut hingga usianya yang senja. Saat Ahlul Fitnah mengepung rumahnya selama 40 hari, usia ‘Utsman sudah 88 tahun. Sebagai upaya perlindungan, rumahnya dijaga ketat oleh Zubair bin ‘Awwam, Muhammad bin Thalhah, dan Ali bin Abi Thalib beserta kedua putranya. Walau sebenarnya pengepungan itu tidak berpengaruh apa-apa bagi ‘Utsman, selain ia tambah dekat dengan Al-Qur’an.
‘Utsman terus membaca Al-Qur’an sampai waktu sahur. Lalu ia berpuasa dan tertidur. Setelah terbangun ia berkata kepada istrinya, “Aku akan terbunuh malam ini”. Sang istri pun menyanggah, “Tidak wahai Amirul Mukminin, mereka tidak akan melakukannya!”. ‘Utsman pun berkata, “Aku tadi mimpi bertemu Rasulullah, Abu Bakar dan ‘Umar. Mereka berkata: engkau akan berbuka bersama kami malam ini”.

Lalu ia kembali mengambil Al-Qur’an dan membacanya. Hingga para ahlul fitnah menerobos masuk ke rumahnya sambil menghunuskan pedang. Ketika darah ‘Utsman tertumpah, bacaannya sampai pada surat Al-Baqarah ayat 137, Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka dan Dia lah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui”. Ibnu Jarir menjelaskan, tidak satu pun orang yang terlibat dalam pembunuhan itu, kecuali kemudian hari juga mati terbunuh. Radhiyallahu ‘anhu wa ‘anis shohabati ajma’ain.

:: Artikel ini ditulis untuk kolom Jejak Salaf Bersama Al-Qur'an di www.ibnu-abbas.com

Rabu, 27 Januari 2016

BEASISWA S2/S3 KING FAHD UNIVERSITY, ARAB SAUDI


King Fahd University of Petroleum and Minerals (KFUPM) adalah sebuah perguruan tinggi negeri di Dhahran, Arab Saudi yang berdiri pada 8 Syawwal 1384 H/9 Februari 1965 dan merupakan salah satu perguruan tinggi yang pertama didirikan di Arab Saudi. Universitas ini merupakan salah satu perguruan tinggi yang maju dibidang sains dan teknologi di Arab Saudi.

Menurut QS Word Ranking 2013-2014, King Fahd University of Petroleum and Minerals (KFUPM) berada diperingkat 216 dengan score 49.9 di dunia. Universitas ini telah mengadopsi pelatihan lanjutan di bidang pendidikan, teknik, dan menejemen sebagai tujuan mempromosikan kepemimpinan dan pelayanan. Universitas yang menjadi peringkat tertinggi di Arab Saudi ini, terletak di Dahran, propinsi disebelah timur Arab Saudi. Presentasi tentang KFUPM dapat dilihat disini.

Saat ini KFUPM sedang membuka pendaftaran jenjang S2 dan S3 bagi calon mahasiswa non Arab saudi. Pendaftaran akan dibuka pada: 25 Januari – 11 Februari 2016. Selengkapnya dapat dilihat disini. Ada kurang lebih 37 Program S2 and 15 Program S3 yang ditawarkan oleh KFUPM. Adapun daftar program studi yang ditawarkan selengkapnya dapat dilihat disini.

Fasilitas beasiswa yang diberikan pihak kampus kepada mahasiswa Non Saudi adalah sebagai berikut:
- Uang saku 890 SAR/bulan.
- Asrama 1 kamar untuk 2 orang (Master) , 1 kamar untuk 1 orang (PhD).
- Tiket Pulang Pergi ke Indonesia setiap tahun pada liburan musim panas.
- Buku mata kuliah gratis.
- Layanan medis gratis.
- Bus kampus.
- Makan harian bersubsidi di restoran kampus (1 kali makan cukup bayar 4 SAR).
- Uang ketika pertama kali datang 1800 SAR .
- Fasilitas mall dan sarana olahraga seperti kolam renang, gym, lapangan futsal, lapangan badminton, lapangan basket, lapangan voli, tenis meja.
Keterangan resmi tentang fasilitas beasiswa dapat dilihat disini.

Adapun berkas utama yang harus disiapkan untuk pendaftaran adalah:
- Scan Paspor
- Scan Transkrip nilai S1/S2 berbahasa Inggris
- Scan Ijazah S1/S2 berbahasa Inggris.
- File Statement Purpose (membuat essay tentang motivasi karir dan penelitian).
- Scan sertifikat GMAT (khusus program MBA- Bisnis).
- Recommendation Letter (Siapkan 3 email dosen yang bersedia untuk memberikan rekomendasi terkait profil Anda. Mereka akan dikirimi link untuk mengisi formulir rekomendasi secara online).
- Sertifikat TOEFL (min. is 68 iBT atau 6 IELTS atau 520 PBT untuk Master program) dan (79 iBT atau 6.5 IELTS atau 550 PBT untuk PhD program). Perlu dicatat Kode TOEFL KFUPM adalah 0868 (diperlukan saat tes iBT).
- Sertifikat GRE (min. Quant. is 156, min. Analytical is 4.0). Perlu dicatat Kode GRE KFUPM adalah 0868 (diperlukan saat tes GRE).

Setelah berkas utama siap, lanjutkan pada langkah-langkah teknis pendaftaran di website KFUPM seperti mengisi formulir dan upload dokumen dapat mengikuti panduan ini.

Info selengkapnya dapat dilihat disini. Jika masih ada pertanyaan yang berkaitan tentang pendaftaran di KFUPM, silahkan lihat selengkapnya disini atau dapat menghubungi pihak kampus melalui Email: gs-admissions@kfupm.edu.sa.


(sumber: manhajuna.com)

Selasa, 26 Januari 2016

Perintah Sujud kepada Nabi Adam dan Ujian Ketaatan


“Dan ingatlah ketika Kami berfirman kepada para Malaikat: sujudlah kalian kepada Adam! Maka bersujudlah mereka kecuali Iblis, ia enggan dan takabur, dan ia termasuk golongan yang kafir”. (QS. Al-Baqarah: 34)

Sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam Qashasul Anbiya’, Nabi Adam ’alahis salam adalah utusan Alloh ta’ala yang diberi empat kemuliaan khusus, yaitu: diciptakan oleh tangan Alloh sendiri, ditiupkan kepadanya ruh ciptaan-Nya, diajarkan kepadanya al-asmaa’ (nama-nama benda), dan diperintahkan kepada para Malaikat untuk sujud kepadanya.

Dalam terminologi ‘aqidah, sujud ada dua macam. Yang pertama adalah sajdah ‘ibadah, sujud dalam rangka ibadah, yang hanya boleh diperuntukkan kepada Alloh ta’ala. Yang kedua adalah sajdah tahiyyah, yaitu sujud penghormatan, yang merupakan syari’at umat terdahulu dan sudah dihapuskan. Perintah sujud kepada Nabi Adam adalah sujud penghormatan.

Ketika itu, Malaikat yang diperintahkan sujud kepada Nabi Adam ’alahis salam langsung taat dan menunaikannya. Malaikat yang diciptakan dari nuur (cahaya), sama sekali tidak ragu untuk sujud dan menghormat kepada Adam yang tercipta dari tanah. Makhluk mulia yang digambarkan tak pernah membangkang dan selalu melaksanakan apa yang diperintahkan itu, mau bersujud kepada manusia yang sering khilaf dan salah.

Ini adalah teladan ketaatan yang luar biasa. Dalam ranah perjuangan dakwah, ketaatan kepada qiyadah adalah rukun yang utama. Selagi tidak bertentangan dengan hukum Alloh, at-tho’ah adalah kewajiban yang tidak bisa ditawar. Sebagaimana sabda Rasulullah ‘alaihis sholatu wassalam yang diriwayatkan oleh ‘Irbadh bin Sariyah, “Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertaqwa kepada Alloh dan mendengar juga taat (kepada pemimpin) meskipun ia seorang budak hitam dari habsyi”. (HR. Imam Ahmad)  

Memang, selalu terbuka celah untuk bertanya, menyampaikan argumentasi, atau mengajukan persepsi lain kepada pimpinan. Namun terkadang untuk rasionalisasi perintah, butuh waktu dan teknis yang tidak mudah. Atau alasan itu tidak bisa disampaikan karena masalah etika dan keamanan. Saat seperti ini, ketaatan harus didahulukan. Sambil membangun husnudhon bahwa ada hikmah dan pertimbangan tertentu di balik semua itu. Seperti yang dicontohkan para Malaikat.

Bukan seperti Iblis, yang enggan melaksanakan perintah Alloh ta’ala untuk bersujud. Bahkan ia takabbur dan membandingkan dirinya dengan Adam. Sebagaimana tercatat dalam Al-Qur’an, “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu aku menyuruhmu? Iblis menjawab: aku lebih baik dari padanya, Engkau ciptakan aku dari api, sedang ia Engkau ciptakan dari tanah” (QS. Al-A’raf: 34).

Padahal, argumen qiyas yang diajukan Iblis tak sepenuhnya benar. Justru tanah yang lebih baik dan lebih bermanfaat. Sebab pada tanah terkandung sifat-sifat keseimbangan, kesantunan, kelembutan dan pertumbuhan. Sedangkan api terkandung padanya sifat-sifat liar, ringan dan cepat membakar.

Meskipun sebenarnya masalah utama bukan tentang siapa yang lebih baik. Semua bisa saja diperdebatkan dan Allah Maha Tahu mana yang benar. Tapi problem utamanya adalah pembangkangan terhadap perintah. Yang diperparah dengan sikap sombong dan merasa lebih dari yang lain.

Sebagai hukuman atas kedurhakaannya, akhirnya Iblis diusir dari surga dalam keadaan terlaknat. Alloh ta’ala berfirman, "Maka keluarlah kamu dari surga, sesungguhnya kamu adalah makhluk yang terkutuk. Sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu sampai hari pembalasan". (QS. Shaad: 77-78).

Tapi sayang hukuman tersebut tidak membuatnya sadar dan bertobat. Pembangkangan dan kesombongannya malah berlanjut pada dendam dan permusuhan. Ia meminta diberi tangguh hingga hari kiamat dan selama itu ia bertekad menyesatkan Adam dan keturunannya, "Demi kekuasaanMu, aku akan menyesatkan mereka semuanya!” (QS. Shaad: 82).

Inilah contoh lapis-lapis kedurhakaan yang harus dijauhi. Padahal dulunya Iblis adalah hamba yang taat dan setia, hingga berhak tinggal di surga. Berawal dari mendebat perintah, lalu merasa lebih dan sombong, kemudian membangkang, yang berlanjut pada penyesatan dan permusuhan abadi. Hingga tidak ada lagi baginya jalan untuk kembali.

Kalau dipikir-pikir, apa susahnya bagi Iblis untuk sekedar bersujud? Bukan kah itu sangat mudah jika dibandingkan dengan konsekuensi terusir dari surga dan bakal kekal di neraka? Itulah hakikat perintah. Sering kali ia hanya sebuah ujian dan cobaan. Yang bukan hanya menguji ketaatan, namun sebagai tolok ukur seberapa kokoh ketawadhu’an, keikhlasan, dan kesejatian dalam pengabdian.


:: Artikel ini ditulis untuk perintisan buku Jejak Dakwah Para Nabi 

Selasa, 19 Januari 2016

INFO BEASISWA S1 JAZAN UNIVERSITY, SAUDI ARABIA



Universitas Jazan adalah salah satu perguruan tinggi negeri di bawah Kementerian Pendidikan Arab Saudi yang terletak di provinsi Jizan, Arab Saudi. Universitas ini berdiri pada tahun 2006, dan merupakan satu-satunya universitas di Provinsi Jizan. Universitas yang saat ini dipimpin oleh Dr. Muhammad bin ‘Ali Rabi’ ini terletak di tepi laut Tiberau. Mahasiswa dapat menghilangkan penat dengan berjalan-jalan di pantai yang jaraknya tidak jauh dari kampus.

Saat ini Jazan University sedang membuka pendaftaran untuk jenjang S1 bagi calon mahasiswa non Arab Saudi. Beasiswa ini dibuka untuk berbagai jurusan seperti: Syariah, Tarbiyah, Bahasa Arab, Teknik, Kedokteran, Humanoria, dll (lebih lengkapnya dapat dilihat disini).

Berikut ini persyaratan untuk calon penerima beasiswa dari luar Arab Saudi:
- Lulusan dari SMA/MA atau yang sederajat dengan nilai Mumtaz (A).
- Usia min. 17 tahun dan tidak lebih dari 25 tahun pada saat pengajuan beasiswa.
- Usia ijazah tidak boleh lebih dari 5 tahun.
- Tidak dalam status sebagai penerima beasiswa dari institusi apapun dari Arab Saudi.
- Tidak pernah diberhentikan dari universitas yang berada di Arab Saudi.
- Tidak pernah terlibat tindakan melanggar hukum (disertai dengan surat SKCK).
- Mendapat persetujuan untuk belajar di Arab Saudi dari pemerintah Indonesia.
- Pendaftar wanita harus didampingi oleh mahrom.
- Menyertakan surat keterangan sehat sesuai dengan peraturan yang berlaku.
- Menyertakan surat rekomendasi dari salah satu lembaga atau yayasan yang diakui.
- Menyertakan salinan ijazah yang telah dilegalisir oleh Keduataan Besar Arab Saudi.
- Lebih lengkapnya dapat dilihat disini.

Adapun berkas-berkas persyaratan yang harus dikirim adalah:
- Scan terjemahan ijazah SMA
- Scan terjemahan transkrip nilai
- Scan paspor yang masih berlaku
- Scan terjemahan SKCK
- Scan 2 rekomendasi dari lembaga Islam atau perseorangan.

Semua berkas-berkas persyaratan harus diterjemahkan ke dalam bahasa arab (kecuali paspor), dan discan dengan format PDF kemudian diunduh dan dikirim melalui website universitas.

Jika ada pertanyaan yang akan diajukan terkait beasiswa ini, dapat menghubungi pihak kampus melalui E-mail: dgs@jazanu.edu.sa

(Manhajuna)

Kamis, 14 Januari 2016

Wahai Dakwah,Jangan Rebut Suamiku Dariku!


“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”. (QS. At-Tahrim: 6)

Kisah nyata ini, terjadi di sebuah komunitas ilmu dan dakwah. Yang mana ada seorang istri dari mereka yang sudah menikah bertahun-tahun, namun belum bisa membaca surat Al-Fatihah. Bukan hanya tidak mengenal tajwid, Al-Fatihah yang tanpanya sholat tidak syah, ia tidak hafal dan terbata-bata membacanya.
Padahal konon sang suami adalah seorang kandidat doktor ilmu agama. Pemahaman dan komitmen dakwahnya juga tidak diragukan. Entah karena terlalu rajin menulis desertasi atau sibuk berdakwah, musibah itu benar-benar terjadi dalam keluarganya.
Realita itu baru terungkap saat di komunitas mereka diadakan halaqah tahfizh Al-Qur’an bagi para istri. Dari sinilah terpaksa pimpinan komunitas tersebut menetapkan kurikulum khusus yang wajib diajarkan kepada para istri, disertai mekanisme evaluasi atau ujian secara periodik dan berkala. Jika salah seorang istri tidak lulus, maka ada konsekuensi khusus untuk suaminya.
Itu baru satu kisah. Ada banyak cerita yang lain tentang para aktivis dan da’i, yang mungkin karena terlalu sibuk berdakwah di masyarakat, terlalu banyak amanah di organisasi, ia lupa mendakwahi dan mengajari ilmu orang terdekatnya: istrinya sendiri. Ironis memang, tapi itulah faktanya.
Seperti seorang istri yang mengeluhkan suaminya yang tidak pernah ada di rumah. Dari pagi hingga siang bekerja di luar. Baru pulang sebentar, sorenya sudah pergi lagi hingga larut malam. Alih-alih mau membantu kerjaan istri, saat ada sedikit waktu di rumah, ia memilih khusyu’ di depan laptop atau gadget. “Afwan Mih, Abi lagi banyak amanah nih!”, begitu jawabnya ketika ditanya.
Ada lagi yang sudah lama memendam sebel kepada suaminya, yang sepanjang pekan tak pernah ada waktu untuk keluarga. Senin sampai Jum’at sibuk bekerja. Sabtunya adalah jadwal rutin untuk liqo, rapat dan ngisi kajian umum. Hari Ahad yang tersisa, lebih sering terpakai untuk hadir kondangan, seminar, daurah, tabligh akbar, atau acara insidental yang lain.
Atau ada juga yang gundah tentang suaminya yang penghafal Al-Qur’an, namun sepanjang usia pernikahannya, belum pernah diajak tadarus bareng. Jangankan tahsin berdua atau saling menyimak hafalan, sang suami yang sering menjadi imam qiyamullail di berbagai acara dakwah itu, hampir tak pernah menjadi imamnya saat tahajud di rumah.
Beda lagi yang terhimpit masalah ekonomi. Saat suaminya yang belum mapan terlalu sering bepergian, tanpa meninggalkan uang pegangan. Mau berangkat khuruj katanya. Awalnya cuma sepekan. Lalu bertambah sebulan, kemudian menjadi berbulan-bulan. Hingga sang istri pun menanggung malu karena harus menjadi beban bagi kerabat dan tetangga. Tentu alasannya adalah perjuangan. Namun ceritanya akan lain, jika semua diatur dan disiapkan.
Lebih parah dari itu, cerita tentang seorang istri pendakwah ternama yang terjerumus dosa. Pesona keilmuan sang suami ternyata hanya benderang di depan para mad’u-nya, namun meredup dalam kehidupan berkeluarga. Ia tak pernah dinasehati, diajak berdiskusi, apalagi belajar mengaji. Walhasil, bukan hanya pakaian dan cara berhias yang jauh dari kriteria agama, sang istri pun terlibat perselingkuhan dengan teman lama. Wal ‘iyadzu billah.
Itulah beberapa cuplik cerita dari fenomena yang ada. Para istri aktivis itu, jika bukan karena rasa malu, mungkin mereka akan pasang status besar-besar, “Aku juga butuh ilmumu!”. Atau membentang spanduk lebar-lebar, “Aku juga butuh dakwahmu!”. Yang lebih ekstrim, mereka akan menyalahkan dakwah dan berteriak keras-keras, “Wahai dakwah, jangan rebut suamiku!”.
Sayangnya, sering para suami hanya bisa menjawab jeritan hati para istri tersebut dengan satu kata: sibuk. Padahal Rasulullah 'alaihis sholatu wassalam sebagai qudwah utama para aktivis, di tengah kesibukannya sebagai Nabi, pemimpin negara, bahkan panglima perang sekalipun, ia tetap meluangkan waktu untuk mentarbiyah dan mendakwahi istri-istrinya. Para ummahatul mukminin itu, tidak hanya kebanjiran hormat, namun juga berkelimpahan ilmu dan nasehat.   
Banyak sekali fragmen tarbiyah Rasul 'alaihis sholatu wassalam untuk mereka. Seperti Aisyah binti Abi Bakar radhiyallahu ‘anhuma, yang tidak hanya sekedar menjadi zaujah bagi Rasulullah, tetapi juga sebagai murid utama dan tersetia. Dia merasakan betul “ada bedanya” menjadi istri seorang pendakwah, karena sang suami sangat giat mengajarinya berbagai disiplin ilmu seperti akhlak, aqidah, fiqih, faraidh, dan tafsir.
Hingga Aisyah pun menjadi sosok perempuan Islam yang paling faqih, yang menjadi rujukan keilmuan para sahabat pada waktu itu, sebagaimana yang dikatakan oleh Atho’ bin Abi Rabbah radhiyallahu ‘anhu, “Aisyah adalah manusia yang paling paham dengan agama, paling berilmu dan paling baik pendapatnya”.
Aisyah juga menjadi sumber utama periwayatan hadits, tercatat sebanyak 2210 hadits telah diriwayatkan oleh para sahabat dari Aisyah. Hingga Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Tidaklah kami mendapatkan suatu masalah tentang hadits, lalu kami datang dan bertanya kepada Aisyah, kecuali pasti kami mendapatkan jawabannya”.
Takdirnya sebagai perempuan, tak menghalanginya berkiprah dalam kancah ilmiah. Hingga dari didikan Aisyah telah lahir para imam dan ulama terkemuka dari kalangan Tabi’in seperti: ‘Urwah bin Zubair, Masruq bin Ajda’, dan Qosim bin Muhammad, yang menimba ilmu dari Aisyah di balik hijab di Masjid Nabawi.
Saat sang istri berbuat kesalahan, Rasulullah ‘alaihis sholatu wassalam juga tidak segan dan bosan untuk mengingatkan. Tentunya dengan kelemah-lembutan. Seperti suatu hari ketika Aisyah membeli kain penutup yang bergambar makhluk hidup. Sebagai pengingkaran, Rasulullah tidak jadi masuk dan berdiri di depan pintu.
Saat itu Rasulullah hanya terdiam dan menampakkan ekspresi tak suka. Aisyah pun merasa bersalah dan berkata, “Wahai Rasululullah, aku bertaubat kepada Alloh dan Rasul-Nya, apa salahku?”. Maka Rasulullah ‘alaihis sholatu wassalam bertanya dengan lembut tentang kain bergambar itu. Aisyah pun menjelaskan semampunya.
Hingga Rasulullah ‘alaihis sholatu wassalam bersabda, “Sesungguhnya para pembuat gambar ini akan diadzab di hari kiamat. Akan dikatakan kepada mereka: hidupkanlah apa yang telah kalian buat!”. Lalu Rasulullah ‘alaihis sholatu wassalam melanjutkan, “Sesungguhnya rumah yang terpajang di dalamnya gambar mahluk hidup, tidak akan dimasuki Malaikat” (HR. Imam Bukhari).
Lain lagi para aktivis yang pandai berkilah. Saat dikritisi tentang istrinya yang bertolak belakang dengan apa yang diperjuangkan, cepat-cepat berapologi dengan kisah Nabi Nuh dan Nabi Luth ‘alaihimassalam. Alih-alih melakukan evaluasi dan introspeksi diri, mereka seperti terhibur dengan kekufuran para istri utusan Alloh itu.
Padahal di belakang cerita pengkhianatan mereka berdua, ada sejarah panjang ratusan tahun kegigihan dan kesabaran Nabi Nuh dan Nabi Luth dalam mendakwahi keluarga. Apalagi para Ulama bersepakat, bahwa pengkhianatan dan kekufuran keduanya bukan dalam baghyu dan fahisyah.
Allah ta’ala telah mengingatkan para suami untuk serius menjaga istrinya dari siksa neraka. Bahkan sebagai penekanan, deskripsi tentang dahsyatnya neraka begitu jelas disini, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (QS. At-Tahrim: 6).
Rasulullah ‘alaihis sholatu wassalam juga telah mewanti-wanti, “Sesungguhnya Alloh akan bertanya kepada setiap pemimpin tentang yang dipimpinnya, apakah ia menjaganya atau menterlantarkannya. Hingga Alloh akan bertanya kepada para lelaki tentang istrinya”. (HR. Ibnu Hibban).
Meluangkan waktu untuk mentarbiyah istri menjadi sangat penting lagi, jika para suami menyadari bahwa itu bukan sekedar kewajiban, namun kebutuhan yang sulit tergantikan. Karena para istri adalah al-madrasah al-ula (sekolah yang pertama) bagi anak-anak. Hasil didik macam apa yang akan lahir jika sekolahnya tak terawat bahkan rusak?

Cerita-cerita ironis di awal tadi mungkin hanya secuil fenomena yang menggejala. Semoga yang terjadi pada sebagian besar keluarga dakwah tidak demikian adanya. Seorang aktivis sejati tentu memahami bahwa istrinya adalah objek dakwah yang utama. Ia sadar betul bahwa tahapan dakwah kedua setelah memperbaiki diri sendiri (islahun nafs) adalah membina keluarga yang Islami (takwin bait muslim), bukan yang lainnya.
:: Artikel ini ditulis untuk situs dakwah www.manhajuna.com

Sabtu, 09 Januari 2016

BEASISWA S1 AL-JOUF UNIVERSITY, SAUDI ARABIA


Universitas Al-Jouf adalah sebuah perguruan tinggi negeri di Arab Saudi dibawah Kementerian Pendidikan Arab Saudi dan didirikan pada tahun 2005. Universitas ini terletak di antara Kota Sakaka dan Dumat Al-Jandal, Provinsi Jauf. Saat ini sedang membuka pendaftaran untuk jenjang S1 bagi calon mahasiswa non Arab saudi. Pendaftaran dimulai pada: 6 – 30 Januari 2016.

Beasiswa ini dibuka untuk berbagai jurusan, antara lain: Syariah dan Hukum, Islamic Studies, Bahasa Arab, Teknik Sipil, Teknik Mesin, Teknik Elektro, Komputer dan Jaringan, Informatika, Sistem Informasi, Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, Bahasa Inggris, Akuntansi dan lain lain (lebih lengkapnya dapat dilihat disini).

Berikut ini persyaratan untuk calon penerima beasiswa dari luar Arab Saudi:
- Lulusan dari SMA/MA atau yang sederajat.
- Usia min. 17 tahun dan tidak lebih dari 25 tahun pada saat pengajuan beasiswa.
- Tidak dalam status sebagai penerima beasiswa dari institusi apapun di Arab Saudi.
- Tidak pernah diberhentikan dari universitas yang berada di Arab Saudi.
- Tidak pernah terlibat tindakan melanggar hukum (disertai SKCK dari kepolisian).
- Mendapat persetujuan untuk belajar di Arab Saudi dari Pemerintah Negara pendaftar.
- Pendaftar wanita harus didampingi oleh mahrom. Status mahrom bisa sebagai penerima beasiswa atau yang memiliki izin tinggal atau sedang bekerja di Arab Saudi.
- Menyertakan surat keterangan sehat sesuai dengan peraturan yang berlaku.
- Menyertakan surat rekomendasi dari salah satu lembaga, yayasan atau institusi yang diakui oleh Universitas Aljouf.
- Menyertakan salinan ijazah yang telah di legalisir oleh Keduataan Besar Arab Saudi di negara pendaftar.

Berkas-berkas yang harus dikirim:
- Scan terjemahan ijazah SMA
- Scan terjemahan transkrip nilai
- Scan paspor yang masih berlaku
- Scan terjemahan SKCK
- Scan 2 rekomendasi dari lembaga Islam atau perseorangan.

Semua berkas persyaratan harus discan dengan format PDF kemudian dikirim melalui website http://dar.ju.edu.sa/scholar/scholarship/gate.aspx

Info selengkapnya dapat dilihat disini

(Manhajuna)



من أسلوب النقد التربوي: معرفة مجتمع المنقود واتجاهاته وأفكاره


الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين، نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين، وتابعيهم ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين، أما بعد: فإن من الأساليب الفاعلة في التربية والتعليم أسلوب النقد التربوي للقضايا والسلوكيات المختلفة، سواء صدرت على مستوى الفرد أو على مستوى الجماعة، كما في قصة الثلاثة الذين جاءوا إلى بيته صلى الله عليه وسلم وسألوا عن عمله، فكأنهم تقالّوه.

فقال أحدهم: لا أتزوج النساء، وقال الآخر: لا آكل اللحم، وقال الثالث: لا أنام على فراش، فبلغ ذلك النبي صلى الله عليه وسلم، فحمد الله وأثنى عليه، ثم قال : (( ما بال أقوامٍ قالوا كذا وكذا، لكني أصلي وأنام، وأصوم وأفطر، وأتزوج النساء، فمن رغب عن سنتي فليس مني) أخرجه البخاري.


ودراسة أي شخص ونقده، تقتضي التنويه بالعصر والمجتمع الذي نشأ فيه، ومدى التأثُّر والتأثير. فالإنسان ابن بيئته، وملاحظة تأثير العصر في تكوين شخصياته تساعد على فهم منهجه العلمي والتربوي، ومقارنة الكلام النظري بالممارسة الفعلية، وفهم الجو المحيط ببعض المواقف، فالأفراد لا يخرجون عن إطار عصرهم الزماني والمكاني. كما تقتضي معرفة اتجاهاته الفكرية ومذهبه في الفقه والعقيدة.

أهمية معرفة حالات مجتمع المنقود وفكره في النقد

يقول ابن ناصر الدين رحمه الله: "والكلام في الرجال ونقدهم يستدعي أموراً منها: أن يكون المتكلم عارفاً بمراتب الرجال وأحوالهم في الانحراف والاعتدال، ومراتبهم من الأقوال والأفعال، والمعرفة بالأسباب التي يجرح بمثلها الإنسان، وإلا لم يقبل قوله فيمن تكلم، وكان ممن اغتاب وفاهَ بمحرم " .

ومن هنا ذكر أهل العلم أن مما يجب على المعلم العناية به في عمله التعليمي والتربوي أن يتعرف على تلاميذه من جميع النواحي، يقول ابن جماعة رحمه الله: "وينبغي على المعلم أن يستعلم أسماءهم وأنسابهم ومواطنهم وأحوالهم". 

لأن بهذه المعرفة يمكنه أن يوجه عملية التعليم وِجْهتها الصحيحة، وينقد ما يراه فيها من ملحوظات بما يناسب الحال والمقام، ذلك أن "لكل فرد عالمه الخاص الفريد، وشخصيته المتميزة عن باقي الأفراد، وله حاجاته وقدراته وميوله، وهو يختلف عن كل من سواه بسبب سماته الموروثة، وخصائصه المكتسبة". 

فإذا عرف الناقد حال الشخص والمجتمع كان ذلك عوناً له على اختيار الوقت المناسب والمكان المناسب والأسلوب المناسب لتوجيه النقد إليه

أصناف الأعلام نحو اتجاهات مجتمعهم

-         منهم عالم جمهور، ينساق وأهواء العامة، لا يبغي غير كثرة السواد.
-         وعالم بلاط، يتملق أُولي السلطان، ويتسلق المناصب أينما كان، خبير في الرقي للمناصب العلى
-        ومن الأعلام من هو عالم ربّاني، غايته الدعوة لله لا لنفسه أو طائفته، يتحرّى مواقع الخَلل ومواطن الزّلل في مجتمعهم، ثم يبحث الشفاء فيعرضه، ولو قيل: هو مرّ، لا يخشى لومة بين الملأ، ولا غضبة أولي الملأ

حالات المجتمع واتجاهاته التي قد تؤثر على المنقود

الحالة السياسية

إن الحالة السياسة في المجتمع تنبني عليها الحالات الاجتماعية والدينية والعلمية، ولها أثر كبير في شخصية المنقود وأفكاره العلمية، فالأعلام الذين يقومون في دولة ديموقراطية أو ليبرالية غالبا يختلفون مع الذين يقومون في دولة متمركزية أو على نظام المملكة في طريقة عرض آرائه.


وفي جانب آخر قد تكون انتاجات المنقود الفكرية تلبية وإجابة على القضايا والمشكلات السياسية الواقعة في عصره. على سبيل المثال: مصنفات شيخ الإسلام ابن تيمية فيما يتعلق بالسياسة الشرعية والجهاد تأثر – قل أم كثر – بالحالة السياسية الموجودة في عصره، حين اجتاح التتار العالم الإسلامي، واستولوا على بغداد عاصمة الخلافة، وقتلوا خليفة المسلمين المستعصم بالله، حتى بقيت بغداد خاوية على عروشها، ليس بها أحد إلا الشاذ من الناس، والقتلى في الطرقات كأنها التلول في سنة (656هـ).



كما أن العالم الإسلامي تعرض أيضاً للغزو الصليبي الحاقد، فاستولى الصليبيون على كثير من ديار المسلمين، واستمرّت الحروب بينهم وبين المسلمين قرنين من الزمان، يصيبون من المسلمين، ويصيب المسلمون منهم، إلى أن منّ الله تعالى بتطهير البلاد منهم في سنة (690هـ) على يد الملك الأشرف بن قلاوون.



الحالة الدينية 

إن مما يؤثر على مؤلفات العالم هي الحالة الدينية المحيطة به، وقد يكون كتابه ردا على الانحرافات والمنكرات الواقعة في مجتمعهم. مثل في عصر ابن قيم الجوزية حيث ساءت الحالة الدينية في دمشق، وضعف الوازع الديني في نفوس المسلمين، وارتكبت الكثير من الذنوب، وشاعت المعاصي والمنكرات بين المجتمع.


وقد انتشر بين المسلمين في عصره التعصّب المذهبي، وأدّى إلى كثير من الخلافات بين العلماء أنفسهم، حتى إن الجامع الأموي في دمشق كان يوجد به إمام لكل مذهب، ولكل إمام محراب.



كما انتشرت في ذلك الوقت بعض الفرق الضالّة التي تنتسب كذبا إلى الإسلام، مع شدّة عداوتها وحربها لأهله، وعلى رأس هذه الفرق: الرافضة والنصيرية. وإلى جانب وجود هذه الفرق المعادية للإسلام، وجدت في أوساط الناس البدع والخرافات، والاعتقاد في الأشخاص من المشعوذين.



ولا شكّ أن مثل هذه البيئة وما فيها من مفاسد ومخالفات شرعية، من أكبر العوامل التي تحرّك الدعاة المخلصين والعلماء العاملين للقيام بمحاربة هذه المنكرات، ومحاولة إصلاح الناس إلى أهدى السبيل.


الحالة العلمية 

إن الحالة العلمية الموجودة في المجتمع له دور كبير في جودة انجازات المنقود العلمية وكثرتها، كما هو الإمام الذهبي فإن خلف انتاجاته العلمية النفيسة هو ازدهار الحركة العلمية في الشام، فأصبحت مقصدا لكثير من العلماء وطلاب العلم الوافدين من سائر أقطار العالم الإسلامي.


ومن مظاهر ازدهار الحركة العلمية في ذلك العصر كثرة المؤلفات النافعة القيمة. قد كانت تلك الفترة التي عاش فيها الإمام الذهبي فترة ذهبية في حياة الأمة الإسلامية، من حيث وفرة الإنتاج العلمي وغزارته، مع تنوّع الفنون التي تناولتها المؤلفات آنذاك.



ومن ذلك: كتب الشروح الحديثية، مثل (شرح البخاري) لقطب الدين الحلبي (ت735هـ)، و(شرح الترمذي) لابن سيد الناس (ت734هـ) وكلاهما لم يكمل. ووجدت كتب الرجال، وعلى رأسها (تهذيب الكمال) للحافظ المزي (ت742هـ)، و(الميزان).



وكذا وجدت كتب الأطراف الحديثية، وأهمها في ذلك العصر: (تحفة الأشراف) للحافظ الْمِزِّي. والكتب التاريخية التي جمعت حوادث تلك الفترة وتواريخها وما قبلها، وعلى رأسها (البداية والنهاية) للحافظ ابن كثير. كما ألّفت في اللغة، وأهمها: (لسان العرب) للعلامة ابن منظور. إلى غير ذلك من المؤلفات الكثيرة النافعة.


ويشير الحافظ ابن كثير إلى كثرة العلم في الشام أيام الإمام الذهبي وشيوخه، ومن عوامل ازدهار الحركة العلمية آنذاك: 
1- رعاية سلاطين الدولة وملوكها للعلم وأهله، وتشجيعهم للنهضة العلمية؛ فقد كان الملك الأشرف شهماً، شجاعاً كريماً جواداً لأهل العلم، لا سيما أهل الحديث. وأما الملك الكامل فإنه كان يحب العلماء ويسألهم أسئلة مشكلة.
2- سقوط الخلافة الإسلامية، وضياع بغداد عاصمة الخلافة الإسلامية وخرابها، الأمر الذي أدّى إلى انتقال النشاط العلمي إلى مصر والشام.

3- ذهاب صفوة علماء الأمة الإسلامية ومفكريها في أثناء هذه الهجمة، وكذا ضياع كثير من الكتب والمؤلفات القيمة في تلك الهجمة، الأمر الذي وَلَّد شعوراً لدى علماء الأمة في ظل دولتهم الجديدة بضرورة تحمّل المسؤولية في إحياء ما فقدته أمتهم من تراث ومعرفة، فتنافسوا في التأليف والإبداع. 

الحالة الاجتماعية والاقتصادية 

إن التركيبة الاقتصادية - الاجتماعية التي من خلالها يتم ترقية المستوى العلمي في المجتمع لها أثر على الأشخاص، إذ أن الظروف الاقتصادية أو عدم توفر الأموال الكافية لديهم قد يمنعهم عن التركيز والإتقان في عمليتهم العلمية، وقد تغير هذه الظروف غرضهم في التأليف، مثل الذي يؤلف كتابا لأجل المال ليس لأجل العلم ونشر الحق.


بخلاف الذي عاش تحت السلطات التي تهتم بالعلم والتعليم، فتخصص لهم الأموال الكافية لإجراء البحث العلمي، وتبني لهم المراكز، وتوفر لهم المقابل المادي على انتاجهم الفكري، تكون لها تأثير كبير الجودة والإتقان.



وتهم أيضا معرفة أعمال العلماء المهنية، فبعضهم يعتمدون في معيشتهم على الحرف والتجارة والاعمال اليدوية وغيرها من مصادر الدخل الأخرى المختلفة، وكذلك الأخلاق التي تمتع بها العلماء في أثناء ممارستهم لهذه الأعمال الحرفية والتجارة والعوامل التي جعلتهم على مثل هذه الأعمال.



كما تهم معرفة العلاقات الاجتماعية للعلماء، مثل علاقتهم مع أهلهم، وعلاقتهم مع بعضهم البعض، وعلاقتهم مع طلابهم، ومع عامة الناس، وكذلك علاقتهم الاجتماعية مع الخلفاء والأمراء.

معرفة اتجاهات المنقود الفكرية 

إن مما ينبغي أن يعرفه الناقد هو اتجاه المنقود الفكري، حيث أن معرفته تساعد على فهم آراء المنقود واكتشاف أغراضه المخفية، وبالتالي يستطيع من خلالها القيام بالرد الوافر له.


فمثلا الذي يريد أن ينقد أبا طالب المكي، لا بد أن يعرف أنه من كبار المرجعيات الصوفية، وقد عاش في القرن الرابع الذي اضطربت أحوال المسلمين، وقد انتشر في العالم الإسلامي سب الصحابة من بني بويه، وبني حمدان، والفاطميين. ومع ذلك لم يذكرهم أبو طالب، أو يحذر منهم مع أنه ذكر بعض الطوائف وحذر منها .



وغيره ممن تأثر بالصوفية مثل أبو حامد الغزالي الذي عاصر الحروب الصليبيين، حيث يقول زكي مبارك: "بينما كان بطرس الناسك يقضي ليله ونهاره في إعداد الخطب والرسائل يحث أهل أوروبا فيها على احتلال أقطار المسلمين كان حجة الإسلام الغزالي غارقًا في خلوته مُنكبًّا على أوراد المبتدعة، لا يعرف ما يجب عليه من الدعوة والجهاد".



هناك بعض الاتجاهات الفكرية والمذاهب في الفقه والعقيدة التي لها تأثير كبير على العلماء ومؤلفاتهم
والمذاهب في العقيدة: مثل الشيعة الإمامية الاثنا عشرية، والإباضية، والمعتزلة، والجهمية، والزيدية، والأشاعرة، والماتريدية، والخوارج، والجبرية، والقدرية

والطرق الصوفية: مثل الطريقة الدسوقية، الطريقة البرهانية، الطريقة الشاذلية، الطريقة القادرية، الطريقة التيجانية، الطريقة الرفاعية

والاتجاهات المعاصرة: مثل العلمانية، الصهيونية، والوطنية أو القومية، اللبرالية، والشيوعية أو اللادينية، حركة تحرير المرأة . والحركات الباطنية: مثل اليزيدة، والنصيرية، والإسماعلية، والبهائية، والقاديانية والقرامطة. 

والحركات الدعوية المعاصرة: مثل الدعوة السلفية، والإخوان المسلمون، وجماعة التبليغ، وحزب التحرير، وأنصار السنة المحمدية، والجماعة الإسلامية. 

والمذاهب الفقهية: وأشهرها وأكبرها: المذهب الحنفي، نسبة إلى أبي حنيفة النعمان، والمذهب المالكي، نسبة إلى مالك بن أنس، والمذهب الشافعي، نسبة إلى الشافعي، والمذهب الحنبلي، نسبة إلى أحمد ابن حنبل. وهذه المذاهب هي مدارس فقهية، اتفقت في أصول الأحكام الكلية، واختلفت في الفروع الفقهية،ولا يوجد بينها اختلاف في العقيدة، كما أن هناك مذاهب فقهية أخرى غير هذه الأربعة لكنها لم تنتشر ولم يحصل لها الاشتهار مثل اشتهار هذه المذاهب الأربعة، مثل  المذهب الظاهري، والمذهب الأوزاعي، والمذهب الليثي وغيرهم

أهم المصادر والمراجع

-1  البداية والنهاية، لعماد الدين أبي الفداء ابن كثير، تحقيق: أحمد أبو ملحم، علي نجيب عطوي وآخرون، نشر: دار الكتب العلمية(بيروت)1/1405هـ
-2  الرد الوافر، لابن ناصر الدين الدمشقي، تحقيق: زهير الشاويش، نشر: المكتب الإسلامي(بيروت) د.ت
-3  حياة الإمام ابن قيم الجوزية، لمحمد مسلم الغنيمي، نشر: المكتب الإسلامي (بيروت) 2/1401هـ
-4  الذهبي ومنهجه في تاريخ الإسلام، بشار عواد، نشر: مطبعة عيسى البابي (القاهرة) 1/1976م
5-النقد التربوي في المنهج الإسلامي، حسين نفاع الجابري، رسالة دكتوراه، منشورة، قسم التربية كلية الدعوة بالجامعة الإسلامية، 1431هـ
6- الحياة الاجتماعية للعلماء من خلال كتابي سير أعلام النبلاء للذهبي والمنتظم في تاريخ الأمم والملوك لابن الجوزي، عبد الرحمن أحمد المختار، رسالة الماجستير، غير منشورة، 1999هـ
-7  ذيل طبقات الحنابلة،أبي الفرج عبد الرحمن بن أحمد ابن رجب الحنبلي، تحقيق: محمد حامد الفقي، نشر: مطبعة السنة المحمدية (القاهرة)1/ 1372هـ
-8  تاريخ المذاهب الإسلامية، محمد أبو زهرة، دار الفكر العربي، القاهرة
-9  تذكرة السامع والمتكلم في أدب العالم والمتعلم، إبراهيم بن سعدالله ابن جماعة
-----------------------------------------------------------------

Makalah ini dipresentasikan di kelas Program Doktoral Tarbiyah Islamiyah, Universitas Islam Madinah, di bawah bimbingan Syekh Prof. Dr. Abdurrahman Al-Anshory