Sabtu, 28 Mei 2011

Selamat Jalan Wahai Muslimah Tangguh...



Pagi itu, sebelum subuh, saya bertemu seorang teman di tempat wudhu, "Kim, tau Bu Yoyoh? Kata Pak Tif di twitter, beliau meninggal". "Masa sih? Baru kemarin Bu Yoyoh kirim SMS ke ane, yang bener ente?!", jawab saya. Langsung setelah Subuhan saya buka internet. Ternyata betul, Ustadzah Yoyoh Yusroh telah tiada. Innaa lillaahi wainnaa ilaihi roji'un.

Kurang lebih sebulan yang lalu, saya berkesempatan membimbing rombongan Umrah Talbia Travel. Bu Yoyoh dan kedua anaknya ikut serta dalam rombongan tersebut. Disitulah awal interaksi saya dengan Bu Yoyoh dan keluarga. Selama ini saya cuma mendengar dan membaca tentang beliau dari kejauhan; seorang da'iyah senior yang sudah malang melintang di dunia dakwah, pada berbagai lininya.

Kesan yang tertangkap pertama kali dari Bu Yoyoh saat bertemu adalah kesederhanaan dan kebersahajaan. Tanpa banyak aksesoris, pernik-pernik, bahkan kosmetik, dibandingkan pada umumnya jama'ah Umroh. Begitulah menurut saya dan rombongan yang lain waktu itu. Bersama kedua putranya, Ayyash dan Ghozin, ia membaur dengan jama'ah tanpa tersekat sama sekali. Banyak yang tidak tahu kalau seorang ibu kelahiran 14 November 1962 itu adalah seorang anggota DPR RI.

Muslimah Tangguh. Mungkin istilah itu pantas disandang olehnya. Bagaimana tidak, karir dakwahnya telah dimulai sejak awal perintisan tarbiyah di Indonesia. Bahkan sebelum itu, saat ia masih belia. Ketika medan dakwah siayasi memanggil, ia pun berada di barisan terdepan kaum hawa. Terbukti, sudah dua kali ia menjadi anggota DPR Pusat sejak 1999. Masih segar di ingatan, saat Bu Yoyoh dan tim habis-habisan memperjuangkan UU Anti Pornografi.

Berbagai amanah pun diembannya, dari menjadi Dewan Pakar ICMI, DPP, Pesantren Ummu Habibah, PP SALIMAH, hingga menjadi pimpinan International Muslim Women Union (IMWU). Ia juga mendapat tanda jasa Mubaligh Nasional dari Departemen Agama Pusat pada tahun 2001.

Akan tetapi, tugas-tugas besar itu ternyata tidak membuat kewajibannya sebagai seorang ibu terbengkalai. Bu Yoyoh memiliki 13 orang anak dan 2 orang cucu. Luar biasa! Anak-anaknya pun sangat prestatif dan membanggakan. Di antara mereka ada yang studi di Al Azhar, Mesir. Ada juga yang mendapat beasiswa ke Eropa. Sebagian lagi kuliah di perguruan tinggi ternama Indonesia, seperti ITB dan UGM. Sedangkan Ayyash (kelas 3 SMP) dan Ghozin (kelas 2 SMP), keduanya adalah Hafidz Al Qur'an.

Malam itu, setelah siangnya kami berziarah keliling kota Madinah, Bu Yoyoh mengajak saya makan malam di restoran bersama kedua putranya. Banyak hal yang kami obrolkan waktu itu. Soal keinginan Ayyash untuk melanjutkan SMA di Madinah, hingga kesibukan Bu Yoyoh di forum internasional. Ia bercerita, bahwa setelah umroh nanti, ia harus langsung menuju Syiria untuk Konferensi Internasional soal Palestina. Sebelumnya, ia baru saja pulang dari Sudan untuk tugas yang sama. Bahkan bersama rombongan KNRP, Bu Yoyoh berhasil menembus masuk ke Ghaza. Iri rasanya melihat foto Bu Yoyoh bersama PM Ismail Haniya dan pimpinan Ghaza yang lain.

Setelah itu, komunikasi di antara kami tetap berlanjut. Khususnya membahas rencana Ayyash melanjutkan SMA di Madinah. Saat Bu Yoyoh kembali ke Saudi bersama Komisi I DPR RI untuk mengawasi pemulangan ribuan TKI yang terlantar di Jeddah, ia sempat menelepon. Dan kemarin, Bu Yoyoh kembali mengirim sms, "Aslm. Apa kabar Akh Hakim? Afwan, Ayyash semangat sekali ingin sekolah di Madinah dan tidak mau daftar ke SMU/Aliyah disini... Saya sudah buka web UM yang Antum beri, tapi disitu tidak ada pendaftaran, ada pengumuman kelulusan aja. Jadi saya mohon saran Antum bagaimana proses pendaftarannya, jazakallah..". Subhanallah, total sekali ia menjadi seorang ibu, gumam saya.

Dan ternyata, itu adalah SMS terakhir dari beliau. Berikutnya, yang terkirim adalah kabar musibah yang memilukan. Bukan, bukan musibah sebenarnya. Tapi pintu peristirahatan dari dunia yang melelahkan. Untuk kemudian melangit menghadap Sang Kekasih dengan penuh kebahagiaan.