Senin, 08 Mei 2017

ISBAL CELANA DAN ISBAL LISAN


Jumat, 05 Mei 2017

BAHAGIA YANG SEBENARNYA


Di dalam Al-Qur'an, kata-kata bahagia (as-sa'aadah) hanya muncul pada dua tempat:

Yang pertama, dalam surat Hud ayat 105, "Saat hari akhir tiba, jiwa tidak bisa bicara kecuali dengan izin Alloh, maka diantara mereka ada yang sengsara, ada pula yang bahagia".

Yang kedua, dalam surat Huud ayat 108, "Adapun orang-orang​ yang bahagia, mereka di surga kekal selamanya".

Yang pertama menjelaskan waktu kebahagian yang sebenarnya, yaitu hari akhir. Adapun yang kedua menjelaskan tempat kebahagian yang sebenarnya, yaitu surga.

Lalu mengapa kita menunggu sesuatu bukan pada waktunya? Dan mengapa kita mencari sesuatu bukan pada tempatnya?

Minggu, 23 April 2017

MEMBERI ISYARAT SAAT KHUTBAH JUM'AT


Kita semua paham bahwa berkata-kata atau melakukan aktivitas tiada guna saat Khotib berkhutbah, bisa membuat Jum'atan kita sia-sia. Lalu bagaimana jika ada orang lain berbicara, bolehkah kita mengingatkannya?

Sebagaimana dikatakan oleh Imam Abu Dawud, bahwa ia mendengar seseorang bertanya kepada Imam Ahmad, "Aku melihat ada seseorang berbicara saat Khotib sedang berkhutbah".

Maka Imam Ahmad pun menjawab, "Berilah isyarat kepadanya untuk diam - baik dengan tangan, kedipan, atau anggukan" (Masail Imam Ahmad: 85).

Ibnu Rajab Al-Hanbali juga menyebutkan akan adanya Ijma' dari para ulama tentang dibolehkannya memberi isyarat untuk diam kepada orang-orang yang bercakap-cakap saat Khotib sedang berkhutbah (Fathul Baari: 8/275).

Wallahu A'lam bisshowab. Semoga Jum'at kita hari ini penuh berkah dan punyai daya rubah...

AGAMA DAN KEKUASAAN


Minggu, 16 April 2017

DI ARAFAH, MARI BERHENTI SEJENAK


Di Arafah, pada 9 Dzulhijjah, adalah inti dan puncak manasik Haji. Kehakikian dan kesejatian Haji ada di sini. Al-Hajju 'arofah...

Di Arafah, mari wuquf-kan jiwa dari hiruk pikuk dunia. Stop! Berhentilah sejenak, merenungi perkelanaan panjang hidup kita...

Di Arafah, ingatkan diri kita, betapa arus dunia telah begitu kuat menarik dan menyeret ke pusaran. Segera cari pegangan dan hentikan...

Di Arafah, mari benar-benar meng-arafah-kan hati yang sering lalai dan lupa. Akui dan sadari itu. Hempaskan jauh-jauh kepongahan dan keangkuhan jiwa...

Di Arafah, menangislah sejadi-jadinya. Jika tak bisa, paksakan untuk menangis. Jika tak bisa juga, maka tangisilah diri kita, yang tak mampu menangis atas dosa yang begitu banyaknya...

Di Arafah, jangan lagi pedulikan panas, lapar, dahaga dan segala ketidaknyamanan yang ada. Ada masalah yang jauh lebih besar yang harus menyita total perhatian kita...

Di Arafah, abaikan segala riak-riuh di sekitar kita. Jangan sampai hati mengeruh hanya karena tingkah-polah manusia. Biarkan hari ini, hanya antara kita dan Alloh berdua...

Di Arafah, dengan hanya dua helai kain putih, bayangkan suatu saat nanti kita dimandikan, disholatkan, dikafankan, berkendara keranda menuju kuburan. Hanya amalan yang setia menjadi teman...

Di Arafah, dalam lusuh nan berdebu, bayangkan saat seluruh manusia terkumpul di sebuah padang. Matahari didekatkan sejengkal di atas kepala. Para hamba tenggelam dalam keringat dosa...

Di Arafah, bayangkan saat kaki kita di-wuquf-kan di hadapan Alloh. Tak akan sanggup bergerak sedikit pun. Hingga ditanya tentang empat perkara: umur, masa muda dan harta, untuk apa dihabiskan? Juga tentang ilmu, sudahkah diamalkan?

Di Arafah, Alloh banggakan para hamba di hadapan Malaikat-Nya. Tentu hanyalah para hamba yang mau menunduk, merunduk dan sadar meminta...

Di Arafah, di hari terbanyak Alloh merdekakan hamba-Nya dari neraka. Begitu murah Alloh mengobral maghfiroh-Nya. Jika pada momentum ini dosa kita tidak terampuni, kapan lagi?

Di Arafah, dengan wuquf hari ini, kita berharap Alloh tidak wuquf-kan kita berlama-lama dalam hisab-Nya. Walau taraa idz wuqifuu 'alaa rabbihim...

Di Arafah, dengan wuquf hari ini, kita memohon, Alloh bebaskan kita dari wuquf di neraka, walau hanya sejenak. Walau taraa idz wuqifuu 'alaan naari...

Dhuha 9 Dzulhijjah, perjalanan Mina-Arafah
@hakimuddinsalim

DEMIMU BUNDA...


Suatu hari, ada seorang lelaki sholeh nan berilmu dari kalangan Tabi'in yang sakit keras. Saking parahnya, ia tak kuasa untuk sekedar bangun dari ranjangnya.

Tiba-tiba ada yang mengkabarinya, bahwa ibunya sebentar lagi datang menjenguknya. Seketika itu juga, ia bangkit dari ranjang, berdiri tegak, bertampang segar, seolah ia lupa bahwa dirinya sedang kritis.

Setelah ibunya selesai menjenguknya dan keluar dari pintu rumahnya, saat itu juga ia tersungkur kembali ke ranjangnya. Seperti semula. Badannya menggigil. Wajahnya pasi, menahan sakit di ulu hati.

Melihat kejadian itu, sang murid yang setia menemaninya bertanya kenapa? Dengan susah payah, ia pun menjawab, "Sungguh, rintihan sakit seorang anak, akan menyiksa hati sang ibu".

Rabbana, liburan telah tiba, taufiqilah kami semua untuk menjaga mereka tetap bahagia di hari tua....

AGAMA DAN KEKUASAAN


Selasa, 11 April 2017

KATA MBAH KAKUNG


Kata Mbah Kakung, pagi yang senyap itu menggemuruh tiba-tiba. Lagu Genjer-Genjer sayup terdengar bersama derap langkah barisan yang jumawa. Truk yang mereka tumpangi berhenti tepat di samping Musholla.

Kata Mbah Kakung, gerombolan bersenjata palu dan arit itu mendobrak pintu rumahnya. Masuk ke kamar-kamar mengobrak-abrik yang ada. Sebagian dari mereka membawa senapan api di dada.

Kata Mbah Kakung, keluarga waktu itu sudah diungsikan ke Kali Ngisor semua. Ada gua yang cukup aman untuk sembunyi sementara. Hanya Mbah Kakung yang tetap di rumah seorang diri berjaga.

Kata Mbah Kakung, tak dinyana
yang datang banyak sekali jumlahnya. Mbah Kakung tidak mungkin melawan sendirian saja. Ia pun segera melompat sembunyi di musholla depan rumahnya.

Kata Mbah Kakung, mereka marah besar karena tak mendapatkan siapa-siapa. Lalu sambil menenteng clurit dan ciu berhambur masuk ke Musholla. Mencabik-cabik semua Mushaf yang ada.

Kata Mbah Kakung, mereka seperti tidak melihatnya di mihrab sedang bersila. Menghadap Kiblat terus berdzikir dan berdoa. Akhirnya pergi dengan tangan hampa, sambil menyerapah semaunya.

Kata Mbah Kakung, di masa itu, para Kyai, Ajengan, Mubaligh, dan para tokoh agama terus dicari-cari. Tua-muda, lelaki-wanita mereka tak peduli. Semua yang menentang Komunis dan Revolusi harus mati!

Kata Mbah Kakung, bukan hanya di kampung kami. Di Ngawi, 30 pemuka agama diculik dan dimasukkan ke dalam loji. Lalu dibakar hidup-hidup hingga mati. Ada sebagian yang berhasil melarikan diri. Namun akhirnya disiksa tanpa nurani.

Kata Mbah Kakung, di Magetan mereka kubur hidup-hidup 200 orang Kyai dan Santri. Salah satunya adalah KH Sulaiman Zuhdi. Masyarakat awam yang tidak mau tunduk pun ikut dihabisi.

Kata Mbah Kakung, mereka juga menyerang pelajar Islam di Kediri. Al-Quran yang ada mereka injak-injak dengan kaki. Para Muslimah nya mereka lecehkan tanpa ampun lagi.

Kata Mbah Kakung, selain para jenderal di Jakarta, mereka juga mentarget para pejabat daerah dan aparat keamanan. Seperti di Tirtomoyo, mereka bantai 212 orang tanpa belas kasihan. Diculik, disiksa, lalu dilempar ke lubang pembuangan.

Kata Mbah Kakung, mungkin puluhan tahun lagi cucu-cicit akan lupa. Betapa kejam dan bengisnya mereka. Tapi sejarah mencatatnya, di Indonesia mereka telah sembelih ribuan manusia. Di negara lain mereka bantai 100 juta nyawa.

Kata Mbah Kakung, pada 1948 mereka lakukan pemberontakan dan pembantaian. Lalu 1965 berulah lagi setelah 20 tahun dimaafkan. Bukannya tak mungkin mereka ulangi di masa depan. Apalagi jika punya posisi di pemerintahan.

Kata Mbah Kakung, sebelum Iblis masuk neraka, kaum yang tak percaya Tuhan dan Agama itu akan tetap ada. Meski tak terlihat kasat mata, namun ideologi itu terus diwariskan temurun tanpa sela.

Kata Mbah Kakung, sambil tiarap mereka terus menyusup ke berbagai elemen masyarakat. Menyelundupkan kader di kalangan aparat. Bahkan juga ke dalam organisasi Ummat.

Kata Mbah Kakung, mereka lihai memprovokasi massa. Mendoktrin pelajar dan mahasiswa. Mengorganisir tani, buruh dan rakyat miskin kota. Mempolitisir kefakiran dan pengangguran yang merajarela.

Kata Mbah Kakung, Muslimin dan TNI harus bersiaga atas segala kemungkinan. Perkokoh terus keimanan dan jalinan. Persiapkan apa saja yang dimampui dari kekuatan.

@hakimuddinsalim

SEEKOR KUCING DAN ANAK-ANAK SYIRIA


Ini tentang kepedulian, yang menjadi parameter masih beningnya hati dan sanubari kita. Pun ia adalah tolok ukur, sedalam apa iman dan ukhuwah tertancap di dada.

Suatu hari, sebagaimana diceritakan oleh Abdullah bin 'Umar RA, Rasulullah 'alaihis sholatu wassalam bersabda, "Ada seorang perempuan diadzab lantaran seekor kucing".

Aneh, bagaimana bisa ada seorang Muslimah akan diadzab di neraka, disebabkan oleh seekor kucing sahaja? Apa sebabnya? Dalam kelanjutan hadits riwayat Imam Bukhori dan Muslim tersebut, ada jawabannya.

"Perempuan itu mengurungnya sampai mati. Maka ia masuk neraka karenanya. Ia tidak memberinya makan dan minum. Ia juga tidak melepaskannya agar bisa makan dari serangga tanah", lanjut Rasulullah.

Mari sadari kembali, hari ini yang mati kelaparan bukan hanya seekor kucing. Ratusan bahkan ribuan anak-anak Muslimin di Syria sedang terancam meregang nyawa. Mereka terkurung oleh dentum bom dan peluru rezim Syi'ah Nushairiyah.

Jika sore ini putra-putri kita bermain penuh kegembiraan, kenyang dan berkelimpahan, bahkan tanpa rasa dosa kita mubazirkan, tidak demikian dengan mereka. Bocah-bocah polos tak berdosa itu sedang merintih kelaparan, mencoba mengais di jalanan, meski yang mereka dapat hanya rerumputan.

Memang, bukan kita yang menjadi penyebab terjadinya bencana kemanusiaan itu. Bukan kita. Namun, jika lisan kita terus membisu, raga tak tergerak membantu, hingga mereka semua terbujur kaku, apa beda kita dengan perempuan teradzab yang dikisahkan Rasulullah dahulu?

@hakimuddinsalim

Rabu, 21 Desember 2016

Siapa Dituduh, Siapa Menuduh


MENDOAKAN AHOK

Tidak diragukan lagi, dalam menghadapi pertempuran abadi antara Al-Haqq dan Al-Baathil, selain usaha dan aksi nyata, doa adalah senjata seorang Mukmin yang paling utama. Addu'aa silaahul Mu'min.
Terkait dengan Ahok, sebagian dari Muslimin ada yang "berbaik hati" menyeru untuk mendoakannya agar mendapat hidayah. Mungkin itu karena tafa'ul da'awi (optimisme dakwah) yang tinggi. Mungkin juga karena tertipu dengan citra yang dipropagandakan televisi. Salahkah?
Ibnu Bathal mengatakan, "Rasulullah senang dengan masuknya orang-orang kafir kepada Islam. Beliau tidak terburu-buru untuk mendoakan keburukan, selagi ia berharap keislaman mereka. Bahkan beliau mendoakan hidayah untuk mereka" (Syarh Shohih Al-Bukhori, 5/114).
Sebagaimana Rasulullah pernah mendoakan hidayah bagi 'Umar, meskipun ia masih dalam keadaan kafir. Atau seperti saat Rasulullah mendoakan anak cucu penduduk Thaif, setelah beliau diusir dan dilempari batu.
Namun, Rasulullah juga pernah mencontohkan doa kebinasaan bagi orang-orang kafir. Ibnu Bathal berkata, "Adapun yang tidak diharapkan keislamannya, dan dikhawatirkan mudhorotnya (bagi Islam), maka Rasulullah mendoakan kehancuran buat mereka" (Syarh Shohih Al-Bukhori, 5/114).
Hal itu sebagaimana doa Rasulullah untuk kebinasaan para dedengkot kafir Quraisy atau pasukan Ahzab yang menampakkan permusuhan kepada umat Islam dan menista agama-Nya.
Lalu, doa apa yang lebih tepat saat ini untuk Ahok? Apakah doa hidayah, atau doa keburukan dan kebinasaan?
Ibnu 'Ainy menjelaskan, "Sesungguhnya Nabi mendoakan keburukan atau kebinasaan bagi mereka, saat semakin keras permusuhan mereka, banyak menyakiti, dan tidak ada rasa aman dari keburukan mereka atas kaum Muslimin" ('Umdatul Qaary, 21/443).
Dulu saat ditanya tentang hukum mendoakan Bush, Syaikh Sholih Al-Munajjid menjawab "Setiap kondisi ada penyikapan tersendiri. Jika orang-orang kafir semakin keras memusuhi dan menyakiti kaum Muslimin, maka yang masyru' (disyariatkan) adalah mendoakan kebinasaan buat mereka".

Dari Kota Seribu Cahaya, turut mendukung dengan selaksa doa...

Jum'at, 2 Desember 2016
@hakimuddinsalim

Senin, 04 April 2016

BIARKAN ANAK-ANAK BAHAGIA DI MASJID


Masjid kampung kami, daerah Rabwah, pinggiran kota Madinah, adalah masjid yang ramai dengan anak-anak karena dekat dengan apartemen mahasiswa yang sudah berkeluarga. Saya sendiri sangat menikmati suasana riuh itu. Biasanya saya sempatkan menyapa anak-anak lintas negara itu, mecubit pipi mereka, atau sekedar mengusap kepala mereka.

Hingga akhir-akhir ini, ketika sering terjadi keributan antar jama'ah, masjid kami menjadi sepi. Sehabis salam, sering ada bapak-bapak yang teriak memarahi jama'ah lain lantaran anaknya yang masih kecil "mengganggu" kekhusyua'annya. Bukan saja sang ayah yang kena "damprat", sang anak pun juga kena "semprot".

Bahkan pernah ada bapak-bapak yang terus ngomel tak henti-henti dengan suara keras, sambil melewati jama'ah lain yang masbuq (terlambat). Saya yang waktu itu juga masbuq, merasa sangat terganggu dengan omelan itu, melebihi terganggunya kami dengan ramainya anak-anak. "Enta az'ajtana aktsar mimma az'ajal athfaal ya basya!".

Kini masjid kami menjadi sepi. Anak-anak itu sudah jarang kelihatan. Semoga saja mereka tidak trauma datang ke masjid gara-gara kejadian kemarin. Semoga juga generasi pewaris itu tidak sedang asyik berada di tempat lain yang belum tentu baik untuk tumbuh kembang mereka. Seperti banyak anak-anak di tanah air yang lebih betah di warnet, main play station atau counter strike.

Rasulullah SAW pernah bersabda, "Perintahkanlah anak-anakmu untuk melaksanakan sholat pada usia tujuh tahun. Dan pukullah mereka (jika enggan melaksanakannya) pada usia sepuluh tahun" (HR. Imam Ahmad). Syeikh 'Utsaimin menjelasakan, bahwa usia tujuh tahun adalah batas maksimal untuk mulai mengajak mereka ke masjid. Karena menyuruh mereka sholat, terkandung padanya menyuruh mereka ke masjid. Apalagi anak laki-laki.

Pun proses lahirnya generasi "Rajulun mu'allaqun qolbuhu bil masajid" (lelaki yang hatinya terikat dengan masjid) - yang termasuk dalam tujuh golongan yang akan mendapat naungan dari Alloh Ta'ala di padang Mahsyar - harus sudah dimulai sejak mereka dini usia. Kalau tidak, keburu mereka terikat dengan yang lain di luar sana.

Adapun hadits yang berbunyi, "Jannibuu shibyaanakum minal masajid" (jauhkan anak-anak kecil kalian dari masjid), menurut para ulama (seperti Al-Bani), adalah hadits dho'if, tidak bisa dijadikan sandaran. Apalagi jika diartikan secara mutlak. Sedangkan banyak syawahid lain yang bertentangan dengan itu.

Lalu bagaimana dengan anak-anak di bawah usia tujuh tahun? Meski mengakui besarnya faidah tarbawiyah dengan membawa mereka ke masjid, secara fiqih, para ulama mensyaratkan beberapa hal: di antaranya aman dari najis dan tidak mengganggu pelaksanaan sholat.

Artinya, tetaplah bawa anak-anak ke masjid, namun perhatikan syarat-syarat tersebut di atas. Toh dulu Rasulullah SAW pernah mengerjakan shalat sambil menggendong Umamah kecil, putri Zainab dari suaminya yang bernama Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’. Pada saat berdiri, beliau menggendongnya dan saat sujud, beliau meletakkannya (HR. Bukhori Muslim).

Juga kisah beliau bersama cucu yang lain, yaitu Hasan bin ‘Ali. Saat suatu hari Hasan naik ke atas punggung Nabi SAW yang sedang ruku’, padahal beliau sedang memimpin sholat berjamaah. Para jamaah yang berada di belakang Nabi tentu mulai heran, “Mengapa kok ruku’ Nabi selama ini?”, tanya mereka dalam hati. Tapi Nabi SAW tetap tidak panik, apalagi menurunkan dan memarahi cucu tersayang.

Setelah hasan turun dari punggung Nabi, beliau pun bangun dari ruku’nya yang lama. Namun ketika sujud, gantian Husain yang dari tadi berada di sekitar Nabi naik ke atas punggung beliau. Bagi Husain yang masih kecil, posisi Nabi pada saat sujud merupakan kesempatan yang tepat untuk menjangkau punggung orang tercinta itu. Husain pun menikmati hangatnya punggung Nabi, hingga ia betah berlama-lama di atasnya.

Rasulullah SAW tak bergeming sedikit pun, ia tetap dalam keadaan bersujud, enggan melerai Husain dari punggungnya. Mungkin Nabi takut mengecewakan Husain yang sedang bermain di atas punggungnya, atau mungkin takut ia terjatuh. Setelah merasa puas berlama-lama di punggung kakeknya, Husain segera turun. Nabi pun bangkit dari sujud untuk melanjutkan sholatnya.

Atas kejadian tersebut, para sahabat mengira nabi akan marah kepada Hasan dan Husain. Tapi ternyata setelah salam Nabi bersikap biasa, tanpa ekspresi kemarahan atau kekesalan atas “gangguan” yang dilakukan kedua cucunya.

Kasus yang hampir sama juga pernah terjadi saat Rasulullah SAW sedang berkhutbah. Di tengah khutbah, tiba-tiba Hasan datang menghampiri. Anak kecil itu pun naik ke atas mimbar. Bukan menghalau atau mengusirnya, justru Nabi SAW dengan penuh kelembutan memeluknya dan mengusap kepalanya seraya berdoa, “Anakku (cucuku) ini adalah seorang pemimpin, mudah-mudahan kelak melalui tangannya, Allah SWT akan mendamaikan antara dua kelompok besar dari kaum Muslimin.” (HR. Imam Ahmad)

Soal najis, tentu di zaman modern ini lebih mudah mengatasinya. Air yang melimpah, aneka macam pampers, dan berbagai jenis alat pembersih, adalah solusi nyata. Tentu para ayahanda dan ibunda lebih paham cara mensiasatinya.

Adapun tentang kekhusyu'an, menurut saya itu relatif. Semua tergantung yang menjalaninya. Orang yang shalat di tengah lalu lalang banyak manusia pun, seperti di Masjidil Haram, tetap akan bisa khusyu kalau dia mau. Bahkan Mujahidin di medan pertempuran pun, dengan sholat khouf-nya, tetap memungkinkan untuk bisa khusyu'.

Meskipun, ini berbeda antara orang yang satu dengan yang lainnya. Ada yang memang sangat terganggu dengan keributan anak kecil. Terutama orang yang sudah tua. Seperti Ibu saya, yang tiap pulang dari Masjid, sering mengeluhkan ramainya anak-anak. Kalau ini tidak diperhatikan, pastilah terjadi keributan. Bukan saja kekhusyua'an yang terganggu, psikis sang anak pun akan terluka mendengar "semprotan" banyak orang.

Maka dari itu, perlu kerjasama berbagai pihak untuk memecahkan masalah ini. Para orang tua harus bisa "pangerten" mengarahkan anak-anak untuk bisa "anteng" selama sholat berjama'ah ditunaikan. Tahdzib itu tetapa harus dilakukan. Jangan dibiarkan. Tentu dibantu dan didukung oleh jama'ah lain, tanpa harus membuat keributan.

Saya sendiri pernah berkali-kali berhasil mengajak anak-anak yang sedang "gojekan", untuk ikut sholat berjama'ah. Saya sapa dulu, senyum, tarik pelan-pelan, lalu diajak ikut sholat di samping saya. Akhirnya anak itu (entah anak siapa) ikut menyelesaikan sholat sampai akhir. Bagaimana caranya lah...

Peran DKM atau Ta'mir Masjid juga tidak kalah penting. Kalau perlu masjid menyediakan arena atau ruang bermain khusus untuk anak-anak. Atau bisa juga di buat Tempat Penitipan Anak. Berlebihan kah? Tentu tidak! Ini adalah investasi murah demi melahirkan generasi masa depan yang dekat dengan Masjid.

Ah, saya jadi rindu dengan sebuah Masjid di pelosok Klaten sana, yang merupakan surga dunia pertama saya. Namanya Masjid Al-Munawwarah. Masih segar di ingatan, pembina TPA saya, Mas Parjono namanya, yang selalu sabar memeluk hangat saya, agar saya yang masih TK tidak berlarian kemana-mana. Jazahullah ahsanal jazaa...

Indahnya Pagi Bersama Lantunan Doa


SYIAH DAN PEMBEBASAN PALESTINA


Pasca KTT OKI kemarin, isu Palestina kembali mencuat ke publik Indonesia. Tak urung berbagai pihak ikut menyampaikan respon dukungan, apa pun motivasi dan ideologinya. Tentu ini sangat positif. Inilah yang namanya kemenangan nilai. Saat agenda yang kita perjuangkan, ikut didukung dan disuarakan lain barisan. Meski bukan kita yang dapat tepuk tangan.

Tak terkecuali barisan pro Syiah. Beberapa aktivis Syiah dan pendukungnya dari kalangan liberal ikut angkat suara soal Palestina. Statement-statement heroik dari mereka pun bermunculan. Sebagian malah meng-klaim sebagai donatur utama. Namun, apa benar selama ini Rafidhah lah yang membantu Hamas?

Beberapa hari yang lalu, saat acara Multaqo Dirosat 'Ulya di Madinah, Syekh Mahraan menegaskan fakta sebenarnya. Ulama muda asal Palestina itu mengatakan, bahwa Hamas selama ini memang terbuka menerima dana dan dukungan dari siapa saja demi pembebasan Palestina. Baik dari negara Barat, Komunis, apalagi Syiah.

Bahkan canda beliau, Syetan sekalipun kalau mau menyumbang dana, mereka akan terima dengan tangan terbuka. Tapi, semua itu tanpa ada syarat! Hamas akan menolak syarat apa pun dari donatur, terutama jika itu bertentangan dengan prinsip perjuangan dan nilai dasar Islam.

Seperti saat Iran menawarkan pembangunan sebuah masjid di Gaza. Mereka mensyaratkan masjid itu harus diberi nama Imam Khomeini. Tentu saja Hamas menolak syarat ini. Mereka tidak sudi Palestina menjadi ajang propaganda dan menarik simpati. Konon sampai saat ini, masjid tersebut tak kunjung dibangun.

Syekh Mahraan mengingatkan akan kebiasaan Syiah selama ini dalam meng-eksploitasi isu-isu yang menarik simpati publik. Seperti soal Revolusi Islam, anti Amerika, termasuk isu Palestina. Sebagaimana mereka telah sukses mengangkat tema cinta Ahlul Bait, meski 'Ali bin Abi Thalib RA dan segenap Ahlul Bait sendiri, baraa' (berlepas diri) dari mereka.

Tentu kita juga ingat, konflik antara Milisi Syiah Hizbullah dengan Zionis Israel di dataran tinggi Golan satu dasa warsa yang lalu. Saat itu Hizbullah mendapatkan simpati yang luar biasa dari dunia Islam. Bahkan Grand Syaikh Al-Azhar sempat menggelari Hasan Nashrullah sebagai Mujahid Islam. Namun seiring berjalannya waktu, sandiwara itu terungkap. Israel tak dirugikan apa-apa dari kontak senjata pura-pura itu. Malahan kini Hizbullah terbukti terlibat aktif membantu rezim Syiah Nushairiyah dalam membantai Muslimin di Syiria.

Yang teranyar, soal uji coba rudal balistik milik Iran. Rudal itu bertuliskan "Israel Must be Wiped Out". Kita tunggu saja apakah rudal itu akan benar-benar menghantam dan meluluh-lantakkan Israel? Atau itu cuma "kura-kura dalam perahu" seperti biasanya?

Yang pasti, sejarah telah mencatat, pencetus dan pelopor utama ideologi Syiah adalah seorang zindiq bernama Abdullah bin Saba'. Ia seorang Yahudi asal Yaman yang menyamar sebagai Muslim untuk melakukan infiltrasi. Lantas dibakar hidup- hidup oleh Imam 'Ali RA sendiri karena bersikukuh menuhankannya. Jika di zaman ini Rafidhah memusuhi bahkan menyerang Israel, itu jeruk makan jeruk namanya...

MAHALNYA NYAWA SEORANG MUSLIM


ANTARA KITA DAN ORANG KAFIR


Sebenarnya, apa sih dasar hubungan antara kita dengan orang kafir? Lawan atau kawan? Musuhan atau damai? Pertanyaan ini penting untuk dijawab, karena ini akan mempengaruhi cara kita bersikap terhadap mereka.

Dalam acara Ta'hil Thullab Dirosat 'Ulya, Syekh Prof. Dr. Abdul Mun'im Al-Bukhori menjelaskan bahwa para ulama berbeda pendapat tentang hal ini. Ada yang berpendapat dasar hubungan kita dengan orang kafir adalah hubungan damai ('alaqah silmiyah). Ada juga yang berpendapat dasar hubungannya adalah permusuhan ('alaqah 'udwaniyah).

Pendapat pertama berdalil, bahwa kita dan orang kafir terikat dengan hubungan kemanusiaan ('alaqah basyariah). Kita dan mereka sama-sama keturunan Nabi Adam AS. Dalam surat Al-Mumtahanah ayat 8, Alloh tidak melarang kita untuk berbuat baik dan adil kepada mereka, selagi mereka tidak memusuhi, menindas dan memerangi kita. Serta sejumlah dalil naqli dan 'aqli lainnya.

Sedangkan pendapat kedua berhujjah, tidak ada perdamaian antara keimanan dan kekufuran. Dalam Al-Qur'an banyak sekali perintah untuk memerangi mereka, hingga penghambaan dan peribadatan murni seutuhnya hanya untuk Alloh. Rasulullah sendiri menegaskan, umirtu an uqaatila annaasa hattaa yasyhaduu allaa ilaaha illalloh...

Yang menarik adalah, Syekh Abdul Mun'im punya pendapat sendiri yang lain dari keduanya. Pakar aqidah yang pernah setahun tinggal di Indonesia ini, berpandangan bahwa dasar hubungan kita dengan orang kafir adalah hubungan dakwah ('alaqah da'awiyah).

Kita yang diberi karunia hidayah oleh Alloh, berkewajiban untuk menularkan hidayah tersebut kepada mereka. Berusaha berdakwah kepada mereka dengan hikmah, mau'idzoh hasanah, dan debat dengan cara yang baik. Mengajak sebanyak mungkin orang untuk masuk surga, harus menjadi obsesi kita.

Andai terpaksa berperang dengan mereka pun, itu adalah dalam rangka membela diri dan melindungi dakwah. Seperti yang terjadi di Palestina, Syiria, Rohingnya, Afghan, Iraq, dan belahan dunia Islam lainnya.

Atau bisa juga karena agenda perluasan dakwah. Seperti yang terjadi pada masa keemasan Islam, saat Umat punya kekuatan. Itu pun untuk sampai terjadi perang, harus melalui tahapan-tahapan panjang, seperti: negosiasi diplomatik, ultimatum untuk menyerah, atau penawaran untuk membayar jizyah.

Berperang pun, Islam mengatur dengan sangat ketat adab dan etikanya. Tidak boleh membunuh anak kecil, orang tua, atau para pendeta di rumah ibadahnya. Kenapa? Selain alasan kemanusiaan, itu semua karena dasar hubungan kita dengan mereka adalah dakwah. Siapa tahu orang-orang yang tidak terlibat permusuhan itu tertarik dengan Islam dan mau beriman. Wallahu a'lam bisshowab.

Sabtu, 02 April 2016

MUHASABAH JIWAKU


Tersadar, terhenyak, dan tergugu
Tak terasa tiga puluh tahun berlalu

Jauh dari sahabat Mu'adz bin Jabal
Yang paling faqih haram dan halal

Tidak seperti Muhammad 'Abdul Hadi
Ilmuwan hadits tersohor seluruh negeri

Atau pun sehebat Hafizh Al-Hakami
Ma'aarijul Qabul-nya berkah hingga kini

Bertinta emas nama-nama mereka
Meski hanya terkarunia kepala tiga

Sedangkan dirimu wahai jiwa?
Masih berkubang jahl, lalai dan dosa

Moga ada waktu untuk bangkit berlari
Terbang, menukik ke puncak tertinggi

Hingga di usia empat puluh nanti
Lisan ini pantas berucap: Rabbi auzi'ni

An asykura ni'matakallati an'amta
'Alayya wa 'alaa waalidayya...

Senja Hari di Kota Nabi, 2/4/2016

Rabu, 23 Maret 2016

Ogah Lembek Terhadap Kebatilan


Terlalu lembut menghadapi penyimpangan, sama salahnya dengan terlalu keras menghadapi perbedaan. Hikmah adalah bersikap tepat sesuai proporsi, situasi dan kondisi. Wadh'us syai' fi mahallihi...

Diin ini tidak dijaga oleh para Ulama yang enggan menjelaskan perintah dan larangan. Yang hanya berkutat pada keutamaan, akhlak, atau sejuk-sejuk saja yang penting aman...

Alloh telah mengamanahi mereka untuk menjaga ajaran-Nya. Tapi mereka hanya berani menjaga jendelanya dan membiarkan pintunya lebar terbuka. Kun anta shohibal mauqif!

Senin, 21 Maret 2016

PRAY FOR TURKEY


Senin, 07 Maret 2016

Pengemban Panji yang Paling Mengilmui Al-Qur'an



Haamilul Qur’aan haamilu raayatil Islam. Para penghafal Al-Qur’an, mereka adalah pengemban panji Islam. Kata-kata emas ini sungguh telah diwujudkan oleh sahabat agung, ‘Ali bin Abi Thalib, baik secara harfi maupun ma’nawi. Satu dari sahabat Nabi yang paling hafal Al-Qur’an ini, tercatat selalu terdepan dalam medan peperangan. Bahkan ‘Ali lah yang terpilih memegang panji kepemimpinan.

Seperti saat perang Khaibar. Diriwayatkan bahwa malam hari menjelang peperangan, Rasulullah ‘alaihis sholatu wassalam bersabda, “Sungguh besok aku akan berikan panji ini kepada seseorang, yang melalui tangannya Alloh akan memberi kemenangan. Ia mencintai Alloh serta Rasul-Nya, dan Alloh serta Rasul-Nya pun mencintainya” (HR. Imam Bukhori).

Mendengar sabda Rasulullah ‘alaihis sholatu wassalam tersebut, berdebar lah dada para sahabat. Semua berharap bahwa lelaki beruntung yang dijanjikan sang Rasul itu adalah mereka. Tapi ternyata keesokan harinya yang dipanggil untuk diberi panji adalah ‘Ali bin Abi Thalib yang saat itu sedang sakit mata. Dan benar saja, kemudian hari pasukan pimpinannya berhasil mendobrak benteng Yahudi Khaibar dan meraih kemenangan.

Sebelumnya, kehebatannya di medan laga juga sudah dibuktikan ‘Ali bin Abi Thalib dalam perang Badar. Pada permulaan peperangan, ‘Ali lah yang maju kedepan untuk melakukan mubarazah sebelum perang dimulai. Dengan pedangnya Dzulfikar yang bermata dua, ‘Ali berhasil memenangkan perang tanding itu. Sampai akhir peperangan, ‘Ali mampu menumbangkan sepertiga dari total korban musuh yang berjumlah 70 orang.

‘Ali bin Abi Thalib juga terkenal memiliki keahlian yang unik sepanjang sejarah, yaitu menyelam dalam pasir, untuk kemudian menyergap musuh secara tiba-tiba. Saat perang Ahzaab, ia berhasil membunuh Amru bin Wud Al-‘Amiri, seorang jagoan Mekkah yang terkenal dengan kebengisan dan keganasanya. Hingga pasukannya pun lari ketakutan.

Dalam perang Hunain, ‘Ali juga terdepan dalam barisan. Bahkan di saat hampir 12.000 pasukan Muslimin mendapatkan serangan mendadak, hingga mereka lari tunggang langgang meninggalkan Rasulullah ‘alaihis sholatu wassalam bersama segelintir sahabat, ‘Ali bin Abi Thalib lah yang sigap menguasai keadaan dan mengumpulkan kembali pasukan yang berserakan. Dari situlah kekalahan di awal peperangan berbalik menjadi kemenangan.

Bahkan semenjak belia, sepupu Rasulullah ‘alaihis sholatu wassalam itu, pernah bertaruh nyawa dengan menggantikan Rasulullah di tempat tidur beliau, untuk mengelabuhi para jagoan Makkah yang telah merencanakan pembunuhan. Seandainya para utusan kabilah-kabilah Quraisy itu langsung menikam sosok berselimut hijau yang sedang berbaring itu, maka tamat lah hidup ‘Ali yang masih berusia muda.

Pemuda perkasa yang menikahi Fathimah binti Rasulillah itu, bernama lengkap ‘Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthallib Al-Hasyimi Al-Qurasyi karramallahu wajhah. Ia termasuk dalam sahabat yang pertama kali masuk Islam (assabiqunal awwalun) dan termasuk dalam sepuluh sahabat yang dijamin masuk syurga (almubassyarin bil jannah). Surat Al-Baqarah ayat 207, ”Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya demi mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya”, ayat itu turun berkenaan dengan dirinya.

Rasulullah ‘alaihis sholatu wassalam pernah mendoakan ‘Ali secara khusus, “Ya Allah, tetapkanlah lisannya dan berilah petunjuk pada hatinya” (HR. Imam Ahmad). Tak ayal ia pun menjadi salah satu dari delapan sahabat yang berhasil menyetorkan hafalan Qur’annya langsung kepada Rasulullah dan bermuara kepadanya sanad al-qiro’ah al-‘asyrah, sebagaimana dinukil dari Imam Dzahabi dalam Ma’rifatu Kibaril Qurra'.

Bukan sekedar hafalan Al-Qur’an yang kuat, ‘Ali juga terkenal di kalangan sahabat sebagai orang yang paling mengilmui Al-Qur’an. Ia paling paham makna dan maksud yang terkandung pada setiap ayat. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Apa yang aku ambil dari tafsir Al-Qur’an, maka itu dari ‘Ali”. Jika seperti itu perkataan Ibnu Abbas yang dijuluki sebagai turjumanul Qur’an, maka bagaimana dengan ‘Ali bin Abi Thalib yang menjadi sumber utama tafsirnya?

Sahabat yang mempunyai sifat zuhud itu, juga terkenal sebagai orang yang paling mengerti tentang asbaabun nuzul (sebab diturunkannya Al-Qur’an). Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah menukil perkataan ‘Ali bin Abi Thalib, “Demi Allah, tidak lah ayat Al-Qur’an turun, kecuali aku telah mengetahui dimana dan tentang apa ia diturunkan. Dan sungguh Rabbku telah mengkaruniakan kepadaku hati yang peka dan lisan yang selalu bertanya (tentang ilmu)”.

‘Ali bin Abi Thalib juga sangat menekankan pentingnya tadabbur Al-Qur’an. Hal itu tersurat jelas dalam kata-kata emasnya, “Sungguh seorang faqih sejati adalah yang tidak membuat manusia putus asa dari rahmat Allah, dan tidak membuat mereka merasa aman dari adzab-Nya, serta tidak memberi keringanan untuk berbuat maksiat, juga tidak meninggalkan Al-Qur’an karena mengutamakan yang lain. Tidak ada kebaikan pada ibadah yang tidak disertai ilmu, dan tidak ada kebaikan pada ilmu yang tidak disertai dengan pemahaman, juga tidak ada kebaikan pada bacaan Al-Qur’an yang tidak disertai tadabbur”.

Sebagaimana disebutkan oleh Imam Nawawi dalam At-Tibyan, Khalifah Rasyidah keempat itu juga mengingatkan akan pentingnya pengamalan dari apa yang dibaca. ‘Ali bin Abi Thalib memberi nasehat khusus kepada para huffadh, “Wahai para pengemban Al-Qur’an, amalkanlah Al-Qur’an, karena sesungguhnya ulama sejati adalah yang mengamalkan ilmunya dan amalannya sesuai dengan ilmu yang dimilikinya”.

Lalu ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu melanjutkan, “Akan ada sekelompok manusia, mereka mempunyai ilmu tapi ilmu mereka tidak pernah melewati kerongkongan mereka. Amalan mereka tidak sesuai dengan ilmu mereka. Kondisi mereka di waktu sendiri berbeda dengan saat dilihat orang banyak. Mereka duduk dalam halaqah dan saling membanggakan diri. Sampai terjadi seorang dari mereka marah dan membenci temannya, karena ia duduk bersama yang lain dan meninggalkannya”. Radhiyallahu ta’ala ‘anhu wa ‘anis shohabati ajma’in.


:: Artikel ini ditulis untuk rubrik Jejak Salaf di www.ibnu-abbas.com