Selasa, 11 April 2017

KATA MBAH KAKUNG


Kata Mbah Kakung, pagi yang senyap itu menggemuruh tiba-tiba. Lagu Genjer-Genjer sayup terdengar bersama derap langkah barisan yang jumawa. Truk yang mereka tumpangi berhenti tepat di samping Musholla.

Kata Mbah Kakung, gerombolan bersenjata palu dan arit itu mendobrak pintu rumahnya. Masuk ke kamar-kamar mengobrak-abrik yang ada. Sebagian dari mereka membawa senapan api di dada.

Kata Mbah Kakung, keluarga waktu itu sudah diungsikan ke Kali Ngisor semua. Ada gua yang cukup aman untuk sembunyi sementara. Hanya Mbah Kakung yang tetap di rumah seorang diri berjaga.

Kata Mbah Kakung, tak dinyana
yang datang banyak sekali jumlahnya. Mbah Kakung tidak mungkin melawan sendirian saja. Ia pun segera melompat sembunyi di musholla depan rumahnya.

Kata Mbah Kakung, mereka marah besar karena tak mendapatkan siapa-siapa. Lalu sambil menenteng clurit dan ciu berhambur masuk ke Musholla. Mencabik-cabik semua Mushaf yang ada.

Kata Mbah Kakung, mereka seperti tidak melihatnya di mihrab sedang bersila. Menghadap Kiblat terus berdzikir dan berdoa. Akhirnya pergi dengan tangan hampa, sambil menyerapah semaunya.

Kata Mbah Kakung, di masa itu, para Kyai, Ajengan, Mubaligh, dan para tokoh agama terus dicari-cari. Tua-muda, lelaki-wanita mereka tak peduli. Semua yang menentang Komunis dan Revolusi harus mati!

Kata Mbah Kakung, bukan hanya di kampung kami. Di Ngawi, 30 pemuka agama diculik dan dimasukkan ke dalam loji. Lalu dibakar hidup-hidup hingga mati. Ada sebagian yang berhasil melarikan diri. Namun akhirnya disiksa tanpa nurani.

Kata Mbah Kakung, di Magetan mereka kubur hidup-hidup 200 orang Kyai dan Santri. Salah satunya adalah KH Sulaiman Zuhdi. Masyarakat awam yang tidak mau tunduk pun ikut dihabisi.

Kata Mbah Kakung, mereka juga menyerang pelajar Islam di Kediri. Al-Quran yang ada mereka injak-injak dengan kaki. Para Muslimah nya mereka lecehkan tanpa ampun lagi.

Kata Mbah Kakung, selain para jenderal di Jakarta, mereka juga mentarget para pejabat daerah dan aparat keamanan. Seperti di Tirtomoyo, mereka bantai 212 orang tanpa belas kasihan. Diculik, disiksa, lalu dilempar ke lubang pembuangan.

Kata Mbah Kakung, mungkin puluhan tahun lagi cucu-cicit akan lupa. Betapa kejam dan bengisnya mereka. Tapi sejarah mencatatnya, di Indonesia mereka telah sembelih ribuan manusia. Di negara lain mereka bantai 100 juta nyawa.

Kata Mbah Kakung, pada 1948 mereka lakukan pemberontakan dan pembantaian. Lalu 1965 berulah lagi setelah 20 tahun dimaafkan. Bukannya tak mungkin mereka ulangi di masa depan. Apalagi jika punya posisi di pemerintahan.

Kata Mbah Kakung, sebelum Iblis masuk neraka, kaum yang tak percaya Tuhan dan Agama itu akan tetap ada. Meski tak terlihat kasat mata, namun ideologi itu terus diwariskan temurun tanpa sela.

Kata Mbah Kakung, sambil tiarap mereka terus menyusup ke berbagai elemen masyarakat. Menyelundupkan kader di kalangan aparat. Bahkan juga ke dalam organisasi Ummat.

Kata Mbah Kakung, mereka lihai memprovokasi massa. Mendoktrin pelajar dan mahasiswa. Mengorganisir tani, buruh dan rakyat miskin kota. Mempolitisir kefakiran dan pengangguran yang merajarela.

Kata Mbah Kakung, Muslimin dan TNI harus bersiaga atas segala kemungkinan. Perkokoh terus keimanan dan jalinan. Persiapkan apa saja yang dimampui dari kekuatan.

@hakimuddinsalim

0 komentar: