Senin, 04 April 2016

ANTARA KITA DAN ORANG KAFIR


Sebenarnya, apa sih dasar hubungan antara kita dengan orang kafir? Lawan atau kawan? Musuhan atau damai? Pertanyaan ini penting untuk dijawab, karena ini akan mempengaruhi cara kita bersikap terhadap mereka.

Dalam acara Ta'hil Thullab Dirosat 'Ulya, Syekh Prof. Dr. Abdul Mun'im Al-Bukhori menjelaskan bahwa para ulama berbeda pendapat tentang hal ini. Ada yang berpendapat dasar hubungan kita dengan orang kafir adalah hubungan damai ('alaqah silmiyah). Ada juga yang berpendapat dasar hubungannya adalah permusuhan ('alaqah 'udwaniyah).

Pendapat pertama berdalil, bahwa kita dan orang kafir terikat dengan hubungan kemanusiaan ('alaqah basyariah). Kita dan mereka sama-sama keturunan Nabi Adam AS. Dalam surat Al-Mumtahanah ayat 8, Alloh tidak melarang kita untuk berbuat baik dan adil kepada mereka, selagi mereka tidak memusuhi, menindas dan memerangi kita. Serta sejumlah dalil naqli dan 'aqli lainnya.

Sedangkan pendapat kedua berhujjah, tidak ada perdamaian antara keimanan dan kekufuran. Dalam Al-Qur'an banyak sekali perintah untuk memerangi mereka, hingga penghambaan dan peribadatan murni seutuhnya hanya untuk Alloh. Rasulullah sendiri menegaskan, umirtu an uqaatila annaasa hattaa yasyhaduu allaa ilaaha illalloh...

Yang menarik adalah, Syekh Abdul Mun'im punya pendapat sendiri yang lain dari keduanya. Pakar aqidah yang pernah setahun tinggal di Indonesia ini, berpandangan bahwa dasar hubungan kita dengan orang kafir adalah hubungan dakwah ('alaqah da'awiyah).

Kita yang diberi karunia hidayah oleh Alloh, berkewajiban untuk menularkan hidayah tersebut kepada mereka. Berusaha berdakwah kepada mereka dengan hikmah, mau'idzoh hasanah, dan debat dengan cara yang baik. Mengajak sebanyak mungkin orang untuk masuk surga, harus menjadi obsesi kita.

Andai terpaksa berperang dengan mereka pun, itu adalah dalam rangka membela diri dan melindungi dakwah. Seperti yang terjadi di Palestina, Syiria, Rohingnya, Afghan, Iraq, dan belahan dunia Islam lainnya.

Atau bisa juga karena agenda perluasan dakwah. Seperti yang terjadi pada masa keemasan Islam, saat Umat punya kekuatan. Itu pun untuk sampai terjadi perang, harus melalui tahapan-tahapan panjang, seperti: negosiasi diplomatik, ultimatum untuk menyerah, atau penawaran untuk membayar jizyah.

Berperang pun, Islam mengatur dengan sangat ketat adab dan etikanya. Tidak boleh membunuh anak kecil, orang tua, atau para pendeta di rumah ibadahnya. Kenapa? Selain alasan kemanusiaan, itu semua karena dasar hubungan kita dengan mereka adalah dakwah. Siapa tahu orang-orang yang tidak terlibat permusuhan itu tertarik dengan Islam dan mau beriman. Wallahu a'lam bisshowab.

0 komentar: